Senin, 08 Oktober 2012

pendidikan anak tunadaksa



PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA


A.      Sejarah Pendidikan anak tunadaksa
Pendidikan anak tunadaksa erat kaitannya dengan pemahaman masyarakat terhadap anak-anak cacat, demikian pula pada anak tunadaksa. Anak-anak tunadaksa (cripple) pada zaman Renaissance pernah disebutnya sebagai setan (satan) yang disejajarkan dengan makhluk jahat (evil) dan tidak pantas untuk diberi hidup. Dengan demikian tidak ada artinya sama sekali keberadaan anak-anak tunadaksa.
Dalam perkembangannya, perhatian masyarakat terhadap anak-anak tunadaksa diawali dengan berdirinya rumah-rumah sakit yang menerima pasien-pasien tunadaksa di Boston tahun 1862, yang kemudian menyebar ke negara-negara lain.
Pada mulanya anak-anak cacat tersebut belum memperoleh perhatian, tetapi lama-kelamaan mereka tidak dapat dibiarkan. Bersamaan itu pula, di Indonesia terdapat penyakit poliomyelitis yang menyebabkan kecacatan pada anak-anak, sedangkan lembaga yang menanganinya saat itu belum ada. Setelah diadakan kampanye tentang kepedulian terhadap anak-anak cacat, akhirnya pada tanggal 5 Pebruari 1953 berdirilah Yayasan sukarela di Solo yang bertujuan memberikan perawatan kepada anak-anak cacat yang kemudian sekarag diberi nama YPAC. Dan kemudian berdirilah YPAC cabang dan YPAC-YPAC di kota Jakarta.

B.       Tujuan Pendidikan Anak Tunadaksa
Tujuan pendidikan anak tunadaksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu yang berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan perkembangan fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan.
Pendidikan untuk anak tunadaksa pun tidak boleh melenceng dari rumusan tujuan pendidikan yang telah digariskan. Oleh karena itu yang paling penting adalah bagaimana menterjemahkannya dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya mereka dapat dan mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma lingkungan, mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja, dan bagi mereka yang mampu dapat meneruskan pendidikannya.
Yang dimaksud dengan mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma lingkungan yaitu dapat mengikuti aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, baik dalam tutur kata maupun perbuatan sehingga menjadi warga masyarakat yang baik. Sudah barang tentu hal ini tergantung dari kemampuan masing-masing individu anak tunadaksa. Semua itu tidak lepas dari peran keluarga, masyarakat dan sekolah. Melalui pergaulan ini mereka diharapkan mampu menempatkan dirinya sesuai dengan perannya sehingga anak mempunyai bekal keterampilan yang apat dipergunakan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat, di samping perlu diperhatikan kondisi anak adalah keterampilan tersebut dapat diantisipasi kebermanfaatannya bagi masyarakat pemakai.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan anak tunadaksa adalah pemahaman diri anak (self-understanding). Anak yang memahami akan dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, kelemahan-kelemahan yang melekat pada dirinya, akan lebih mudah membantu pengembangan diri anak. Oleh karena itu, guru bersama-sama dengan orang tua perlu membantu anak-anak tunadaksa memahami dirinya baik secara mikro maupun makro.
Pendidikan bagi anak tunadaksa perlu juga dipersiapkan pendidikan lanjutan. Paket pendidikan ini dimaksudkan untuk mereka yang memiliki kemampuan lebih. Oleh karena itu sasaran pendidikannya adalah mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar sebagai bekal pendidikan lanjutan.

C.       Prinsip Dasar Program Pendidikan
a.       Keseluruhan Anak (all the children)
Layanan pendidikan pada anak tunadaksa harus didasarkan pada pemberian kesempatan bagi seluruh anak tunadaksa dari berbagai derajat, ragam, dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak tunadaksa, dimaksudkan mereka dapat hidup bahagia, dan potensi yang dimilikinya berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kondisi yang ada.
Konsekuensi dari dasar pendidikan ini menghendaki guru bersifat kreatif. Guru-guru anak tunadaksa dituntut untuk mencari dan melakukan pendekatan eksperimen dalam pembelajaran untuk masing-masing anak tunadaksa. Masing-masing anak tunadaksa memiliki karakteristik yang unik, artinya walaupun terdapat tiga anak yang memiliki jenis kecacatan yang sama, sifat dan tabiatnya berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu masing-masing anak tunadaksa perlu memperoleh pendekatan individualisasi dan disusun program layanan yang komprehensif pada masing-masing anak tunadaksa.


b.      Kenyataan (Relity)
Dasar pendidikan yang menempatkan pada kemampuan masing-masing anak tunadaksa merupakan pendidikan yang berlandaskan kenyataaan (reality).
Hasil identifikasi kemampuan fisik dan psikologis dari masing-masing anak tunadaksa perlu diinformasikan secara tuntas kepada orang tua atau keluarganya. Perlu juga adanya bimbingan keluarga karena melalui bimbingan keluarga ini diharapkan adanya penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anaknya sesuai dengan kenyataan yang ada. Kenyataan yang sering dijumpai di lapangan, orang tua bersikap terlalu mengharapkan (wishfull thinking) yang lebih pada anaknya. Akibatnya mereka sering menyalahkan pihak guru atau sekolah.
c.       Program yang dinamis (a dynamic program)
Dinamika dalam proses pendidikan terjadi karena subyek didiknya selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan akan perkembangan yang terjadi pada subyek didik. Dinamika dapat pula terjdi karena perkembangan ilmu pengetahuan.
Memperhatikan akan keberadaan subyek didik yaitu anak-anak tunadaksa yang memiliki karakteristik yng cukup heterogen, layanan pendidikan pada mereka perlu didasarkan pada antisipasi program pendidikan yang dinamis yang mengacu pada dua pertimbangan tersebut sehingga dapat mengantarkan anak-anak tunadaksa untuk menyesuaikan diri dengan norma lingkungan yang ada.
d.      Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
 Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan anak-anak tunadaksa untuk menyediakan dan mengusahakan sarana pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Ruang belajar diatur sehingga dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar secara bebas dan mandiri atau anak-anak dapat belajar kelompok dengan aman. Demikian dengan toilet, dirancang sehingga dapat memberikan kesempatan anak-anak tunadaksa untuk dapat melakukan kegiatan secara mandiri.
e.       Kerjasama (cooperative)
Pendidikan anak-anak tunadaksa tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka, tanpa adanya kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan anak tunadaksa. Di samping kerjasama dengan orang tua perlu di jalin  pula dengan pihak-pihak lain seperti guru, tim medis, para medis, pekerja sosial, psikolog, dan sebagainya yang merupakan patner dalam pendidikan anak tunadaksa. Kerjasama yang saling menunjang ini akan banyak membantu dalam proses pendidikan anak-anak tunadaksa.

D.      Prinsip-Prinsip Pendidikan
1.      Prinsip-prinsip umum
Yang dimaksudkan disini adalah bahwa prinsip tersebut tidak hanya berlaku untuk anak tunadaksa saja tetapi dapat pula berlaku pada anak-anak yang lain. prinsip-prinsip tersebut antara lain :
a.       Prinsip kasih sayang
Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan uluran penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan di akui bahwa mereka adalah sama seperti anak-anak yang lainnya.
b.      Prinsip keperagaan
Melalui kenyataan bahwa anak tunadaksa beragam jenisnya seperti cerebral palsy yang pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal. Kenyataan seperti ini menghendaki setiap pembelajaran sedapat mungkin diperagakan. Pemilihan alat-alat peraga tentunya disesuaikan pula dengan bahan, suasana, dan usia perkembangan anak-anak tunadaksa.
c.       Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam proses pembelajaran ranah kognisi sering memperoleh sentuhan dan pengembangan, sedangkan ranah afeksi dan psikomotor kadang-kadang dilupakan. Hal ini terjadi karena adanya penekanan pada ranah tertentu saja, dan mengukur keberhasilan pembelajaran dari aspek pengetahuan semata. Akibat yang terjadi dari proses seperti ini adalah kepincangan dan ketidakutuhan pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajarinya atau yang disampaikan kepada subyek didik. Penanaman berbudi luhur, ranah afeksi dan psikomotor perlu sama-sama memperoleh binaan sehingga tampilan berbudi pekerti luhur merupakan hasil perpaduan dari ketiga ranah tersebut.
d.      Pengembangan minat dan bakat
Minat dan bakat pada masing-masing subyek berbeda satu dengan yang lainnya, baik pada kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada diri masing-masing subyek didik. Hal ini penting dilakukan karena minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Untuk dapat mengungkap minat bakat anak tunadaksa secara pasti perlu dilakukan melalui tes dan nontes.
e.        Kemampuan anak
Kemampuan yang dimaksudkan meliputi keunggulan-keunggulan apa yang ada dalam diri anak, dan juga aspek kelemahan-kelemahannya.
f.       Model
Pada awal perkembangan manusia lebih banyak meniru hal-hal yang ada disekitarnya. Melalui meniru anak dapat berbicara, berjalan, bermain, dan belajar dengan lingkungannya. Karena proses meniru lebih mudah daripada menciptakan sendiri, dan meniru yang tidak baik juga lebih mudah ketimbang meniru yang baik, maka suguhan yang diberikan pada anak-anak tunadaksa perlu dirancang secermat mungkin sehingga anak dapat meniru model yang ditampilkan oleh guru-gurunya.
g.      Pembiasaan
Pembiasaan sepertinya merupakan hal yang biasa-biasa saja dalam kehidupan anak-anak normal, tidaklah demikian pada pola kehidupan anak-anak yang tergolong tunadaksa. Oleh karena itu pembiasaan yang diberikan padanya perlu dibarengi dengan contoh kongkrit dan perlu menyingkirkan jauh-jauh rasa bosan dalam memperingatkan anak-anak, mereka mudah sekali lupa.
h.      Latihan
Melalui kegiatan melakukan sendiri yaitu latihan, anak memperoleh pengalaman langsung dari apa yang mereka kerjakan . Latihan yang diberikan tidak melebihi kemampuan anak sehingga anak senang melakukan kegiatan yang diprogramkan oleh pengelola pendidikan.
i.        Pengulangan
Sifat umum pada anak-anak tunadaksa terutama pada cerebral palsy adalah mudah lupa. Oleh karena itu pengulangan dalam memberikan penjelasan perlu dilakukan sehingga anak dapat menerima hal-hal yang disampaikan, meskipun tidak semua bisa diterimanya dengan baik.
j.        Penguatan
Keberhasilan anak melakukan aktivitas belajar apapun bentuk prestasi yang ditampilkan anak-anak tunadaksa, perlu diberikan hadiah berupa penguatan (reinforcement) Pujian yang diberikan padanya akan memiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha keberhasilan.
2.      Prinsip Khusus
a.       Multisensori
Multisensori berarti “banyak indera”, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak-anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam diri anak.
Kenyataan yang terdapat pada anak-anak tunadaksa sering dijumpai melalui gangguan indera, dengan demikian kesemua indera tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga rangsang pendidikan yang diterimakan melalui indera-indera tersebut lewat begitu saja. Dengan pendekatan multisensori, kelemahan pada indera-indera yang ada diusahakan untuk memfungsikan indera-indera lain yng masih dapat berfungsi.
b.      Prisip Individualisasi
Penanganan pendidikan pada anak tunadaksa perlu memperhatikan prinsip individualisasi, artinya kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Prinsip-prinsip individualisasi yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunadaksa, akan dikemukakan (1) pendekatan model Laura Lehtinen, dan (2) William M. Cruickshank.

(1)   Pendekatan Model Laura Lehtinen
Setelah menemukan situasi yang dapat mengontrol tingkah laku,  Lehtinen melakukan studi lebih lanjut yaitu studi tentang bagaimana mengajar anak sesuai dengan kelainan anak itu. Menurut pendapatnya, masalahnya bukan masalah psikoterapi terhadap konflik emosi, minat, dan motivasi.
Lehtinen mendasarkan pendidikannya pada hasil penemuan Strauss, dan pada hasil observasinya mengenai perhatian, persepsi, dan tingkah laku anak yang mendapat gangguan, dan pada observasinya mengenai kemampuan belajar anak yang mendapat gangguan khusus dalam perkembangan persepsinya.
Pelajaran yang diberikan Lehtinen mencakup kegiatan-kegiatan motorik, misalnya: memilih, menggunting, mencetak dan menulis, dan sebagainya. Alat-alat pelajaran disesuaikan dengan gangguan anak-anak secara individual. Alat pelajaran yang dianjurkan oleh Lehtinen bukanlah alat permainan yang dimaksudkan untuk mendorong motivasi atau untuk menciptakan pengajaran melalui bermain. Alat yang dianjurkannya merupakan elemen yang esensial dalam membentuk keterampilan atau proses, yang memungkinkan anak memperoleh bayangan mengenainya.
Berhitung
Mengenai pengajaran berhitung, Lehtinen mengemukakan empat butir prinsip utama, yaitu:
(a)    Konsep bilangan yang akarnya berupa pengalaman persepsi yang teratur
(b)   Skema tersebut berkembang dari kemampuan mengorganisasikan
(c)    Terbentuknya skema yang sifatnya visuospatial dari hal-hal yang kongkrit dan bersifat persepsi ialah waktu anak menangkap hubungan dan memahami arti
(d)   Untuk anak yang mengalami gangguan organis, diperlukan alat dan teknik yang khusus, yang sesuai dengan gangguan yang diderita.
Membaca
Dalam hubungan ini, Lehtinen mengemukakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a)    Gangguan-gangguan yang berupa cepat beralih perhatian, tak kuasa mengekang diri, dan kekakuan, tampak bukan hanya pada persepsi visual dan tingkah laku saja, melainkan juga pada hal-hal yang menyangkut persepsi pendengaran.
(b)   Mereka tanggapannya cenderung bersifat visual mengalami kesukaran dalam membuat tanggapan pendengaran.
(c)    Gangguan-gangguan yang bersifat visual banyak yang mengganggu hal-hal yang bersifat pendengaran.
Menulis
Ada dua prinsip yang diketengahkan dalam hubungan ini, yaitu :
(a)    Dengan menulis, anak mengembangkan persepsi visuomotor; menulis juga mempunyai fungsi psikologis yang menunjukkan kepada kita tingkat kecerdasan anak.
(b)   Pelajaran menulis ini sangat membantu kepada pelajaran membaca karena dapat merangsang dan mengatur persepsi visual dalam mengamati kata, selain itu juga karena mempunyai faktor kinestetis.


(2)   Pendekatan Model William M. Cruickshan
Berbagai metode, tehnik, dan pendekatan telah dikembangkan untuk melayani anak-anak yang mengalami gangguan emosi, baik yang disertai brain damage maupun yang tidak. Dalam pendekatan pertama orang tuanya dibantu dengan psikoterapi individual atau psikoterapi kelompok: para ahli berpendapat bahwa anak tidak akan dapat mengatur energinya untuk belajar kalau masalah emosinya belum terpecahkan. Dalam pendekatan kedua, para ahli menganggap bahwa tingkah laku anak merupakan gejala atau mempunyai hubungan dengan frustasi yang timbul dari kesulitan terentu waktu belajar. Dasar pendekatan ini adalah anggapan bahwa anak akan lebih berhasil dalam pelajaran dan pergaulannya asal tehnik mengajar , kriteria pengelompokan, bimbingan belajarnya memberikan dorongan kontinyu. Kedua dorongan ini dipergunakan oleh Cruickshank dan stafnya dalam menghadapi anak-anak yang hiperaktif, acting, yang mendapat gangguan emosi.
Menurut Cruickshank, program pendidikan anak normal tidak cocok untuk anak-anak ini. Pendidikan yang terbaik katanya ialah memberikan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Oleh karena itu , di dalam pendidikannya terlihat hasil modifikasinya atas konsep-konsep yang telah dikembangkan oleh Strauss dan Lethtinen. Serta meliputi prinsip utama, yaitu:
(1)   Usaha mengurangi perangsang visual dan pendengaran yang tidak perlu.
(2)   Usaha mengurangi luas lingkungan.
(3)   Program harian yang ditata rapi.
(4)   Usaha menambah kuatnya perangsang dari bahan pelajaran.
Metode
Semua pelajaran ditata secermat-cermatnya dengan pendekatan yang sifatnya multisensory. Kebanyakan anak-anak kurang baik dalam diskriminasi visualnya, oleh karena itu tugas-tugas hendaknya dipecah menjadi bagian-bagian yang elementer sehingga anak memperoleh gambaran mengenai keseluruhan.




E.       Prinsip-Prinsip Belajar Mengajar
(1)  Motivasi
Melalui motivasi yang baik dan benar, pencapaian hasil belajar akan lebih baik dan waktu yang dipergunakan untuk mencapainya relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan orang yang kurang atau tidak memiliki motivasi. Motivasi merupakan proses yang berperan untuk mengarahkan, mendorong dan memberi kekuatan, serta memelihara perhatian.
Secara garis besar, dikenal dua teori motif, yaitu teori humanis dan teori behaviorisme. Menurut teori humanis (cark Roers,dkk) menyatakan bahwa pada dasarnya manusia itu ada keinginan untuk belajar, tugas guru hanyalah membangkitkan sifat dasar yang telah dimiliki oleh subyek didik. Sedangkan menurut teori behaviorisme (B.F. Skinner, dkk) menyatakan bahwa motivasi ditentukan oleh kondisi lingkungan.
Mengacu pada teori behaviorisme, dalam kegiatan belajar mengajar pada anak-anak tunadaksa, kita hendaknya :
a.       Mencatat tingkah laku anak kemudian menentukan tingkah yang perlu diperbaiki.
b.      Memberikan penghargaan (reward)
c.       Mantap dalam tindakan, setia pada prinsip.
d.      Memberikan contoh yang dikehendaki
e.       Menciptakan lingkungan yang menyenangkan.

(2)   Perhatian
Perhatian subyek didik dapat diupayakan melalui dua arah, yaitu dari anak sebagai subyek didik dan dari bahan pelajaran yang yang akan diajarkan.
a.       Kesiapan mental
Dalam menyiapkan subyek didik secara mental, dilakukan dengan cara menyiapkan anak untuk menerim bahan secara keseluruhan dan menyiapkan secara khusus (spesifik).
b.      Penandaan
Penandaan bagian-bagian yang penting  (definisi, konsep, atau unsur dari suatu bagian) dilakukan pada subyek didik kelas-kelas tinggi, sedangkan pada kelas-kelas bawah disesuaikan dengan kemampuan anak.

c.       Mengingat
Dalam kaitannya dengan anak tunadaksa, pengelolaan pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi mereka akan memperkecil waktu yang tidak dipergunakan, sehingga waktu yang disediakan dimanfaatkan secara optimal. Dilihat dari segi kemampuan waktu mengingat, daya ingatan seseorang dibedakan atas ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d.      Mengungkapkan kembali
Proses mengungkap kembali informasi, dilakukan dengan merumuskan sendiri informasi yang telah diterimanya.
e.       Generalisasi dan transfer
Kemampuan membuat generalisasi dan transfer pada anak didik, dipengaruhi oleh proses mempelajari bahan-bahan pelajaran yang diberikan.
f.       Pembuatan : respons anak didik
Dalam kegiatan belajar mengajar supaya tidak menimbulkan kejenuhan pada diri anak didik, perlu diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan dari bahan pelajaran yang telah diberikan pada sewaktu-waktu sebelumnya. Kegiatan ini disamping respons anak didik juga untuk mengetahui kemampuan mengingat dan kemampuan mengasosiasikan kesan yang telah diperolehnya.
g.      Balikan dan penguatan
Balikan merupakan respons guru terhadap hasil kegiatan belajar mengajar. Sasarannya adalah perbuatan subyek didik.

F.        Bentuk dan Sistem Layanan Pendidikan
1.      Bentuk Pendidikan
a.       Sekolah di rumah sakit
Ada dua keuntungan minimal yang dapat dipetik dalam pendidikan dirumah sakit, yaitu suguhan psikologis (anak merasa terhibur dan senang hatinya) dan anak memperoleh pengetahuan yag berkaitan dengan pelajaran di sekolah.
b.       Pengajaran di rumah
Kesulitan yang sering dihadapi dalam pndidikan model ini adalah letak “pasien” yang menyebar cukup jauh sehingga memerlukan layanan ekstra.
c.       Sekolah Khusus (luar biasa)
Bentuk atau model pendidikan ini dimaksudkan untuk anak-anak tunadaksa berat yang tidak memungkinkan sekolah bersama dengan anak-anak normal, sehubungan dengan kondisinya mereka membutuhkan layanan khusus. Oleh karenanya untuk mendidik mereka membutuhkan guru-guru yang memiliki kualifikasi tertentu, kontruksi bangunan khusus, teknik-teknik pengajaran serta alat-alat yang sesuai dengannya.
d.      Kelas khusus
Kelas khusus ini adalah kelas yang disediakan disekolah biasa yang dimaksudkan khusus untuk anak-anak tunadaksa yang memerlukan layanan khusus.
e.       Sekolah koresponden
Bentuk kelas koresponden tidak banyak diminati oleh anak-anak tunadaksa karena sekolah model ini membutuhkan kemandirian yang cukup tinggi serta untuk dapat melakukan ini diperlukan keterampilan-keterampilan yang menunjang.
2.      Sistim Layanan Pendidikan
Layanan pendidikan untuk anak-anak tunadaksa dapat dilakukan dengan pendekatan (1) guru kelas, (2) guru mata pelajaran/ mata studi, (3) campuran, dan (4) pengajaran tim.

G.      Dasar-dasar Penanganan Anak-anak Cerebral Palsy di rumah
1.      Gerakan (movement)
(a)       Perbedaan dasar antara urutan gerakan normal dan abnormal.
Duduk dari posisi tidur terlentang
   Gerakan pertama adalah mengangkat kepala kita ke depan dan waktu yang sama menarik bahu kita dan kedua tangan maju ke depan. Cara ini memudahkan gerakan atau urutan gerakan yang perlu untuk bangkit dan duduk.
Anak normal bangkit untuk duduk, mengangkat kepalanya ke depan dan pada waktu yang sama mengangkat tangan dan bahunya ke depan, hips dan sendi lutut menekuk.
   Ketika anak cerebral palsy tidur terlentang, kita lihat kepalanya seringkali menekan ke belakang, kadang-kadang bahu dan tangannya juga menekan ke belakang. Ia sama sekali tidak mampu mengangkat kepala dan bahunya serta melengkungkan tulang punggungnya. Padahal mengangkat kepala dan bahu sangat penting jika ia akan duduk dari posisi lain.


Gerakan dari posisi tidur tengkurap
   Anak cerebral palsy tidur tengkurap, kepala dan bahunya menekan ke bawah melawan lantai, tangan melipat depan.

Berguling
Anak normal berguling, terlihat gerakan antara sendi bahu dan pinggul (hips) berrotasi. Ketika anak cerebral palsy berat mencoba untuk berguling, kita lihat ia tidak melakukan rotasi. Tidak adanya rotasi tersebut karena ia tidak mampu mengontrol posisi kepalanya dan pada umumnya spastik, athetoid, atau floppiness. Ada hambatan pada koordinasi gerakan yang berurutan antara bahu dan sendi pinggul sehingga gerakan bangkit dan berjalan tidak mungkin dilakukan. Sedangkan anak yang tidak begitu berat (spastik dipelgi), hemipelgia atau anak athetoid dengan tonus kekejangan menengah/sedang , ia akan mampu bergerak tetapi derajat gerakan sesuai dengan derajat spastik atau athetosisnya. Semua gerakannya dilakukan secara abnormal.

(b)      Perbedaan dasar antara urutan gerakan normal dengan abnormal.
Dorongan ke belakang di atas lantai
·         Anak normal
Pada bayi yang berumur kira-kira 8 bulan, ketika ia tidur terlentang akan menekuk sendi lututnya, kakinya datar dengan lantai, mengangkat pantatnya membuat ancang-ancang kemudian mendorong dirinya ke belakang.
·         Anak Spastik
Ancang-ancang gerakan jarang terlihat pada anak spastik. Ia melakukan tetapi kadang-kadang mencoba untuk mendorong badannya ke belakang dan mencoba lagi. Muka tegak menghadap tembok/ dinding di samping kursi atau di ujung dipan, tidak mampu menekuk kakinya. telapak kakinya rata dengan lantai dan ia mendorong dengan jari-jari kakinya. Kondisi ini akan cenderung menambah kekakuan pada kaki dan hipsnya sehingga anak tidak mampu berdiri atau berjalan.
·         Athetoid
Anak athetoid juga berusaha membuat ancang-ancang tetapi tidak mampu meluruskan hipsnya dengan sempurna dan segera mendorong dirinya ke belakang. Kepala dan bahunya mendorong lagi, tangannya menekuk.

Merangkak
·         Anak normal
Anak normal yang berumur delapan bulan akan menggerakkan perutnya dengan mendorong badannya ke belakang dibantu dengan tangan, tangannya maju disertai dengan perut dan kakinya mendorong ke depan bergantian.
·         Anak spastik diplegi
Anak spastik diplegi  hanya dapat bergerak sepanjang lantai dengan menarik tangannya. tarikan tangan ke bawah dan menyilang dada secara perlahan akan mengarahkan kaki menjadi lurus, kaku serta menyilang seperti gunting, telapak kakinya terangkat (angkat tumit) sehingga mengakibatkan tidak mungkin untuk berdiri dengan kaki rata di atas tangan.
·         Anak Athetoid
Anak Athetoid pada umumnya tidak mampu untuk merangkak atau merayap, sehingga ia tidak dapat mengangkat atau menguasai kepalanya dan tidak mampu memajukan tangannya ketika telungkup. Oleh karena itu hanya dapat bergerak dengan berguling abnormal atau mendorong badannya pada waktu telungkup.

Berdiri dan melangkah
·         Anak normal
Untuk berjaln anak normal bervariasi, tetapi pda umumnya pada umur satu tahun ia mempunyai beberapa keseimbangan dalam berdiri walaupun hanya sebentar, ia telah mencapai urutan permulaan dalam berjalan dengan satu pegangan.
·         Anak Spastik
Anak spastik berdiri begitu kaku pada kedua kakinya, ketika didorong ke depan mereka tidak dapat menekuk hips untuk melangkah ke depan.
·         Anak Athetoid
Anak athetoid mempunyai kesukaran dalam mempertahankan berat badannya, dan ketika berdiri ia gagal atau jatuh ke belakang karena tidak mempunyai keseimbangan berdiri dan tidak dapat memindahkan berat tubuhnya ke samping atau maju. jika ia mampu berdiri dan jika satu kakinya terangkat, kaki yang lain akan menekuk dan ia akan jatuh.

(c)      Gerakan-gerakan abnormal yang semua orang tua tidak boleh mengajarkannya.
Gerakan ini apabila diulang-ulang akan mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar lebih meningkatkan gerakan sehingga mengakibatkan keterlambatan untuk melangkah dan dapat menyebabkan salah bentuk atau kaku sendi. contohnya adalah : melompat seperti kelinci, gerakan ini akan menyulitkan anak melangkah. Untuk anak normal hal ini adalah biasa tetapi untuk anak CP atau anak spastic  gerakan-gerakan seperti itu hendaknya dilarang karena anak CP cenderung mempunyai hips, sendi lutut dan pergelangan kaki yang bengkok dan memutar ke dalam. Sehingga apabila kita beri kesempatan untuk melompat seperti kelinci, akan menambah kecenderungan ini dan memebuat berdiri dan berjalan dengan sukar.
Bangun duduk dari tidur terlentang
·         Anak normal
Anak mencapai taraf siap duduk dengan bantuan untuk mengangkat dirinya bangun ke posisi duduk. Posisinya akan symetrical, kepalanya tegak lurus dengan punggungnya dan ia mempunyai kontrol kepala yang bagus. Ia dpat mengulurkan kedua tangannya untuk memegang tangan kita dan bersamaan dengan itu menarik badannya, mengangkat kepala dan sendi bahu, menekuk hips, sendi lutut dan pergelangan kaki.
·         Anak Spastic diplegic
Walaupun posisinya symetrical dan mempunyai kontrol kepala yang baik tetapi ia tidak siap dibantu ketika star permulaan untuk menarik bangun ke posisi duduk. Ia tidak cukup mampu meraih untuk memegang tangan kita, tetapi ia akan berusaha ke arah itu sehingga sikunya terpaksa menekuk. Ia mendorongkan kepala dan tangannya maju didepan dadanya, hips dan kakinya lurus, memutar ke dalam dan kadang-kadang menyilang.
·         Anak Athetoid
Anak tidak symetrical, tidak punya kontrol kepala dan tidak mampu memegang. jika ia mencoba bangun untuk duduk, maka kepala, bahu dan tangan akan mendorong ke belakang, punggung lurus dan bersamaan dengan itu hips dan sendi lutut akan menekuk.
Memantul/ melambung di atas lantai
·         Anak normal
Kepala anak tegak lurus, badanya lurus, tangan dan kakinya dalam posisi normal, sehingga ia dalam posisi symetrical. Apabila di angkat ke udara, kakinya akan terangkat kemudian diluruskan menyentuh kakinya ke tanah menahan berat badan.


·         Anak Spastic
Ia tidak symetrical, kepala tidak tegak lurus dan badannya tidak lurus. Kalau diangkat ke udara, kepala dan punggung tidak symetrical, pelvic mendorong ke belakang miring ke salah satu samping dan hips serta lutut lurus dan memutar ke dalam. Dalam beberapa kasus kaki akan menyilang, telapaknya jatuh lurus ke bawah, bahunya mendorong maju dan jatuh serta tangannya  menekuk dan membengkok ke samping.
·         Anak Athetoid
Ketika diangkat ke udara untuk dipantulkan, Anak Athetoid dapat meluruskan kakinya tetapi biasanya tidak berputar ke dalam dan juga tidak menyilang. Ketika telapaknya menyentuh tangan ia tidak dapat menyangga berat badanya dan ia gagal untuk berdiri. Atau ketika ia mendorong ke belakang kepala dan bahunya, ia mengalami kekakuan dan menyilangkan kakinya.
Ayunan ke udara
Untuk anak normal, ayunan ke udara dan menangkapnya kembali tidak akan menjadi masalah. Tetapi untuk anak CP apabila ia diayunkan ke udara, ia tidak dapat mengontrol dirinya dengan baik. Ayunan ke udara akan membuat anak spastic menjadi lebih kaku dan anak athetoid lebih tidak ada organisasi dalam gerakannya.
2.      Prinsip-Prinsip Dasar Penanganan
Salah satu faktor yang penting dalam penanganan anak CP khususnya pada tahun-tahun permulaan yaitu kemampuan menggunakan kedua tangan secara efektif dan ekonomis.
Dalam hal pelaksanaannya pelayanan dipentingkan pada perasaan (feeling) dengan kata lain, perbedaan antara lengan CP dengan anak normal. Dalam hal penanganan seperti dalam pengobatan, sasaran utama adalah menghilangkan segala jenis bantuan secepat mungkin mengingat pada waktu anda memegang dan menggerakkan anak anda mengerjakan suatu gerakan. anda harus memberi semangat pada anak untuk bergerak aktif tanpa bantuan, ia hanya dapat mengerjakan hal tersebut dengan jalan anda menjauhkan tangan anda dalam gerakan yang benar dan memberi semangat padanya untuk bergerka sendiri.
Yang penting untuk diingat adalah memahami petunjuk pokok untuk mengontrol anak yang berbeda. Dimana anak Spastic adalah kaku dan membutuhkan teknik untuk menghambat gerakannya, anak Athetoid bergerak berlebihan sehingga membutuhkan tekanan dan keseimbangan dan dalam beberapa kasus dihambat, sehingga memberi kesempatan padanya untuk mengorganisasi, meningkatkan dan memperbaiki kualitas gerakannya. Anak Layuh membutuhkan tekanan dan keseimbangan ditambah teknik penanganan yang lain, untuk membantu meningkatkan tegangan otot sebagai dasar gerakan yang aktif.
Selama membicarakan penyembuhan dengan ahli terapi, ahli terapi akan memperagakan dan mengajarkan pada anda teknik-tekniknya baik yang dilarang maupun yang dianjurkan untuk menambah tegangan otot, dan bagaimana menggabungkan teknik-teknik khusus untuk menghambat dan untuk memberi kemudahan (Fasilitation)
Contoh dari sikap yang tidak normal dari posisi kepala, yang mempengaruhi kesatuan tubuhnya.
a.       Anak memutar kepalanya, yang mungkin juga menoleh kesamping dan pada beberapa anak menarik keras kepalanya ke belakang, tangan dan kaki ke depan, wajahnya berputar lurus, tangan membuka, tangan dan kaki yang jauh dari kepalanya dipuat dan ditekuk tangan mengepal.
b.      Kepala dan bahu tertarik ke belakang. Kaki anak Athetoid akan menekuk, kaki anak Spastic akan lurus dan kaku. Jika anak sudah terpengaruh , ia akan memperlihatkan pola-pola yang sama ketika ia tidur tengkurap.
c.       Kepala anak tertarik ke depan, kedua tangan menekuk dan ditarik ke atas dada, sendi paha dan kedua kaki kaku. Jika anak memperlihatkan pola ini pada waktu terlentang, hal ini akan lebih menekan ketiak ia telungkup.
d.      Mengangkat kepala keatas dan kebelakang, mengakibatkan tangannya kaku direntangkan dan sendi paha, kaki dan sendi pergelangan kai menekuk.
e.       Menekuk kepala berlawanan sehingga pengaruhnya kedua tangan menekuk dan sendi paha serta sendi lutut lurus.
Beberapa anak tidak dapat mengangkat atau mempertahankan kepalanya keatas pada garis tengah sebab mereka pada umumnya layuh (floopy).
Kelompok 1
a.       Suatu type pola flexi yang tampak pada anak Spastik. Kedua lengan diputar dalam bahu, ini biasanya disertai dengan kedua sendi paha (hips).
b.      Memegang anak diatas samping luar sendi siku dan merenggangkan kedua lengan bagian atas.
c.       Dengan satu gerakan mengangkat dan memutar kedua lengannya keluar seperti anda akan membawa kedepan anda. Dengan memegangnya dalam cara ini, anda dapat mempermudah mengangkat kepalanya, meluruskan punggungnya dan menekuk kedua sendi pahanya.
Kelompok 2
a.       Suatu type extension atau lurus yang terlihat pada anak Athetoid, kedua lengannya memutar keluar dari bahu dimana keduanya menekuk atau yang satu lurus dan satu bengkok, hal ini umumnya disertai dengan terlampau menekuknya sendi paha (hips).
b.      Dengan suatu gerakan, kedua tangan diputar kedalam sampai bahu dan tekan kebawah, bawa anak kedepan anda dan kemudian dengan perlahan-lahan angkat tangannya keatas. Dengan memegang anak dalam cara ini akan mempermudah untuk menekuk kedepan kepalanya, memutar punggungnya, dan akan merubah sendi pahanya jadi menekuk.
c.       Anak spastic yang berat cenderung untuk tidur tengkurap, tidak mampu mengangkat kepala atau tulang punggungnya, atau membawa lengannya kedepan.
d.      Jangan hanya mengangkat kepalanya, ini hanya akan mengakibatkan bahu tertarik kebawah, kedua lenganya dan pahanya menekuk akan membuat kakinya kaku. Jangan mencoba untuk meluruskan paha dan kaki dengan cara menekan kebawah dengan denagn tangan anda diatas pantat anak, ini hanya akan menyebabkan beberapa anggota tubuh tambah bengkok. Dengan satu tangan diatas paha, dorong pinggul keatas sehingga anak berbaring lurus.
Posisi Duduk
1.      Posisi duduk yang normal : kedua paha membengkok, punggung dan kepala dalam posisi sejajar, kedua lutut menekuk, telapak kaki datar diatas lantai.
2.      Ilustrasi problem anak Athetoid dengan anak Spastic ketika ia mencoba untuk duduk. Kesulitan yang mendasar adalah ketidakmampuan membengkokkan kedua pahanya, hal ini disebabkan oleh adanya dorongan kebelakang dari kepala, bahu dan punggungnya. Adanya tekanan dari pantatnya diatas kursi dan hubungan atau sentuhan jari-jari kakinya dengan lantai.
3.      Alasan mengapa kita tidak boleh menganjurkan duduk bersila pada anak Spastic ialah :
a.       Karena bengkoknya seluruh persendian dimana membahayakan paha dan lutut berkembang menjadi flexor contractures yang membuat kesulitan atau tidak memungkinkan anak berdiri
b.      Posisi tidak symetris
c.       Terlalu berat beban yang harus disangga oleh kaki yang membelok kedalam posisi kaki akan memperlambat perkembangan pada banyak anak CP ketika mereka mulai untuk berdiri dan berjalan, kita harus mencoba tidak menguatkan kecenderungan ini.

3.      Latihan ke Toilet
Anak normal, sampai ia berumur satu tahun tidak dapat menggunakan pispotnya. Baru setelah umurnya lebih dari satu tahun ia baru memikirkan kegunaan pispot dan mulai menunjukkan sikap akan kebutuhan ke toilet, secara berangsur-angsur ia mulai bicara dan belajar tentang masalah pispot. Ketika ia mulai berjalan ia selalu sibuk dengan mainannya sehingga ia mengesampingkan latihan ke toilet. Meskipun demikian secara  perlahan-lahan ia akan memperbaiki dirinya dan sampai umur dua tahun sudah dapat dilatih ke kamar kecil (WC). Pada waktu ia dapat mengatur dan mengekang dirinya agar tidak mengompol sehingga selesai bermain atau mengerjakan pekerjaan lain, biasanya ia kelihatan tidak bisa diam. Kira-kira menjelang umur empat tahun ia mulai dapat pergi ke belakang untuk dapat menggunakan WC.
Jika ternyata anak normal saja sukar untuk berlatih ke toilet, bagaimana dengan anak Cerebral Palsy? Sebaiknya kita memberikan pujian ketika anak dapat bertindak bersih atau dapat menggunakan wadah buang airnya (pispot), tetapi jangan memarahi anak ketika anak bertindak kotor atau membuang sampah sembarangan.
Cara yang paling baik untuk memecahkan masalah latihan ke toilet adalah dengan menggunakan pispot, anak anda memerlukan perhatian dan petunjuk seperlunya sehingga ia tidak memerlukan perawatan terus menerus seperti ketika masih bayi. Dengan demikian perlu diadakan khusus sedikit peraturan. Sebaiknya anak anda diberitahu bagaimana cara menempatkan dirinya diatas pispot dan anda diharapkan memberi contoh. Dengan demikian ia akan menyadari agar tidak mengotori celananya. Ia akan memanggil anda untuk menolongnya dalam kesulitan. Jika anak CP sedang latihan ke toilet janganlah diberi mainan, karena dapat menjadikan berkurangnya kosentrasi terpusatnya perhatian pada waktu buang air.
Kesulitan terbesar jika anak tidak mampu untuk duduk santai sehingga ia akan mengalami kesukaran ketika buang air besar. Untuk itu cara yang penting adalah memperbaiki mengatur posisinya, baik posisi duduk anak maupun posisi pispot.
Langkah pertama untuk menuju latihan ke toilet secara mandiri dicapai ketika anak mampu menunjukkan pada anda bahwa ia membutuhkan pispotnya, hal ini sangat penting agar anda mengerti tanda-tanda atau isyarat pada waktu ia membutuhkannya. Ketika ia mencapai langkah dapat mengangkat pispotnya sendiri, tentu saja hal ini mudah untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dengan lancar. Seorang anak mulai dapat menggunakan pispotnya sendiri pada waktu berlutut. Kemandirian yang sempurna meliputi tidak hanya mengambil pispotnya tetapi juga kemampuan untuk melepaskan celananya, duduk dan berdiri sendiri, juga menaikkan celananya kembali.
Dengan bantuan sebuah palang untuk berpegangan anak dapat mengarahkan sendiri tubuhnya pada posisi ini. Pada langkah pertama adalah menyakinkan anak dengan cara menempatkan pispotnya dekat dengan meja atau kursi sehingga ia dapat berpegangan pada sandaran untuk menarik celananya kebawah. Sebuah kursi yang kuat dilengkapi dengan sandaran yang bagus agar anak dapat mengatasi kesukarannya sendiri dengan menarik celananya ke atas dan ke bawah.
Pedoman umum untuk membangkitkan semangat latihan ke kamar kecil atau toilet
Jika kulit anak CP sensitif, maka untuk mencegah agar ia tidak menggaruknya, dianjurkan agar menggunakan pispot bertali. Apabila anak telah berumur antara tiga atau empat tahun ia harus sudah latihan ke toilet dan tidak menggunakan pispot lagi. Walaupun pada waktu permulaan ia merasa tidak enak dan minta untuk buang air di pispot terus. Secara rutin kita harus pandai mengontrol isi perut anak sehingga kita dapat mendahului keinginan anak sebelum ia minta ke belakang. Kita dapat meletakkan anak pada posisi jongkok atau dibalikkan dengan memegang lutut kearah perut.
Mandi pada anak Cerebral Palsy tidaklah mudah. Kesulitan ini timbul ketika anak masih kecil, dan kesulitan ini akan bertambah seiring dengan perkembangan anak. Anak cacat yang berat akan tidak dapat duduk di tempat mandi atau menggunakan tangannya untuk menyangga tubuh, ada yang menggunakan kemampuan untuk duduk tetapi tidak seimbang, sehingga memerlukan kedua tangannya untuk menahan sepanjang waktu.
Pada waktu memandikan bayi dapat anda gunakan pula kesempatan itu untuk latihan kegiatan sehari-hari, tetapi bagi bayi anda hal ini merupakan kesempatan untuk bermain dan menyenangkan. Kombinasi antara latihan dengan permainan yang menyenangkan bagi anak CP akan memberi semangat sehingga dapat melakukan tugas dengan baik.
Beberapa saran untuk memudahkan dalam memandikan bayi.
Tempat mandi yang sesuai dengan tingginya untuk ibu dan model yang utama untuk bayi. Beberapa bayi memiliki reaksi Moro. Reaksi ini mengakibatkan kepala anak tersentak ke belakang, kedua tangannya keluar dan ke atas, dan kedua lengannya terbuka, ini terjadi jika anak mengangkat badan ke belakang secara tiba-tiba, dan posisi ini membuat kurang seimbang pada waktu duduk, untuk mencegah agar tidak jatuh bantulah dengan cara memegang atau menyangga dirinya.
Bermain adalah suatu masa untuk belajar dan sangat baik dilakukan pada waktu belajar mandi. Mainan anak dapat ditempatkan disisi bak mandi, menyilang pada pegangan bak mandi dan dapat juga diberi mainan yang terapung. Pada waktu mandi dapat pula diajarkan latihan gerakan sehari-hari untuk diulangi pada kesempatan yang sama, seperti : bertepuk tangan, menepuk-nepuk air, melihat jari-jari tangan atau kakinya sambil ditekuk, menendang-nendang sambil telentang atau tengkurap dan sebagainya. Anak CP sering kurang sensitif kulitnya dan kurang mengerti akan kesan dirinya, dan busa dengan handuk kasar dilengkapi permainan merupakan rangsangan yang utama.
Beberapa anjuran untuk memudahkan dalam memandikan anak
Bayi dapat ditempatkan dalam tempat mandi bayi yang dapat diatur tingginya. Yang harus diperhatikan ketika memandikan anak agar anak tenang adalah  memasang pegangan didepannya untuk mencegah jatuh terkelincir. Beberapa anak akan lebih senang jika ditambah alas `karet. Dua ban karet diikat bersama untuk menahan punggung anak dan membantunya untuk tetap dalam posisi duduk.
Memandikan anak Spastic yang berat akan lebih mudah jika ia duduk, atau ditelungkupkan, berikan bola dalam tempat mandinya. Duduk dengan kedua kaki lurus merupakan posisi yang baik untuk anak Athetoid, masalahnya tidak sebesar anak Spastic, dimana yang penting ia harus dapat menekuk kedua pahanya jika kedua kakinya keluar didepannya, ia membuat dasar yang sempit keseimbangan sangat tidak menentu.

Beberapa model tempat duduk yang dapat digunakan untuk mandi
Beberapa orang tua ketika memandikan anaknya yang cacat berat biasanya menggunakan bangku yang kerangkanya terbuat dari papan yang sedemikian rupa sehingga dapat ditempatkan dalam bak mandi.
Suatu model kerangka bangku yang dapat dikaitkan diatas samping bak mandi. Kegunaan bangku ini agar anak mencoba terlentang di air, tetapi sebenarnya hal ini sangat berbahaya. Untuk anak cacat yang berat hendaknya digunakan bak mandi dengan aliran air yang kecil, sehingga ia dapat dibersihkan sambil berbaring dibawahnya. Jika ia kurang dapat mengontrol kepalanya dapat diberikan bantal karet agar dapat istirahat  penuh. Untuk anak Athetoid akan lebih mudah duduk ditempat mandi dengan cara mengikatnya dengan tali yang disambungkan ke kran air. Peganglah anak secara perlahan ketika anak sedang mandi agar ia merasa aman dan dapat cepat menyesuaikan dirinya pada waktu anda membersihkannya. Katakanlah apa yang ia sedang kerjakan, mulailah dengan menunjukkan kran air, yang satu air panas dan yang satu air dingin, ajarilah cara membuka dan menutup kran. Ketika ia mandi biarkanlah ia membedakan antara kering, basah, bersabun dengan spon atau kain flanel. Ajarkanlah kata-kata atau kalimat untuk menambah pembendaharaan katanya, sebutlah nama-nama alat tubuh sehingga akan menambah kesadarannya untuk mengenal alat-alat tubuhnya.

Suatu pendekatan agar anak dapat mandiri pada waktu membersihkan diri dan mandi
Sebelum mulai mengerjakan anak untuk membersihkan dirinya, pengaruhilah dengan permainan anak. Pelajaran pertama adalah mengajarkan cara membersihkan dan mengeringkan kedua tangannya dan mukanya. Ketika anak sudah dapat mandi sendiri tetapi belum mampu untuk pergi dan keluar bak mandi, bantulah ia dengan cara memberikannya kotak atau bangku sehingga ia dapat berdiri atau duduk sebelum melangkah. Pasanglah pegangan di atas bak mandi untuk menambah rasa aman. Didalam kamar mandi sebaiknya dilengkapi dengan sebuah kaos tangan untuk menggosok sikat sikat gigi, tempat gantungan baju, sabun mandi, sebuah keset di luar kanar mandi, dan sebuah handuk. Apabila menggunakan penyemprot air (shower), sebaiknya berbentuk telepon agar mudah dibengkokkan dan tidak menjadi takut.


BERPAKAIAN

Urutan Tahap Perkembangan Kemampuan Anak Normal Memakai dan Membuka Pakaiannya Sendiri
Anak normal mulai mengetahui tentang berpakaian pada usia kurang lebih 12 bulan. Ia mulai mengeluarkan kakinya dari dalam sepatu, atau mengeluarkan tangannya dari lengan baju.
  1. Usia 18 bulan : ia mulai menarik kaos kakinya, sepatu dan topinya.
  2. Usia 18 bulan – 2 tahun : ia pertama kali mulai membuka pakainnya dengan perlahan sehingga gerakan tangannnya lebih terkoordinir, dan juga mulai mampu mengenakan pakaiannya.
  3. Usia 4 – 5 tahun : ia dapat memakai dan membuka pakaiannya kecuali mengenakan kancing baju. Belajar menali sepatu. Selama periode ini banyak belajar dengan jalan meniru apa yang dikerjakan ibunya dan dengan mencoba bajunya sendiri pada orang lain yang didapatinya.
Berpakaian dan membuka pakaian pad Cerebral Palsy
Ketika berpakaian, pertama-tama yang harus kita pikirkan adalah melihat apakah anak sudah mengambil pakaiannya atau belum. Membantu berpakaian, berarti menambah problem yang harus kita utamakan adalah memberi sebuah otto atau kursi yang didirikan bagian belakang. Hal ini sangat berguna untuk membantu kelancaran belajar berpakaian pada anak-anak.
Anak Spastic yang berumur sekitar 8 dan 9 tahun, ditemukan beberapa hal, diantaranya anak dapat membuka dan memakai bajunya. Sebagian kakinya mungkin sulit diletakkan pada popok, lengannya sulit diluruskan sehingga mengganggu kelancaran berpakaian.
Pada anak athetoid tidak jelas kesulitannya seperti halnya pada anak spastik. Ia akan memperoleh banyak kesulitan untuk berpegangan karena ia tidak mempunyai kontrol kapala dan punggung, dan dalam beberapa kasus ditemukan anak-anak spastik yang kekakuan pada organ extensor berkembang.
Oleh karena itu, ide yang baik untuk memakai dan melepas baju pada seorang bayi adalah menelungkupkannya menyilang di atas kedua lututnya. Posisi ini akan memberikan kesempatan yang baik dalam memberikan bantuan dan pengobatan. Dalam kasus ini pada umumnya merupakan ide yang baik, tetapi banyak anak cerebral palsy yang menjadi lebih kaku dan sangat sulit dibantu ketika mereka tidur terlentang.
Berbaring Miring
Dengan beberapa pakaian tidak selalu dapat dipraktekkan untuk memakai baju pada anak yang berbaring pada salah satu sisi (miring), tetapi hal ini mempengaruhi alternatif, sebab banyak ibu-ibu dengan pengetahuan yang dimilikinya menemukan posisi yang tepat agar anak tidak kaku badannya. Jika kita mengalami kesulitan dalam memakai baju pada anak, dan tidak mampu mengerjakannya dalam posisi anak sedang duduk, ada teknik yang perlu dicoba, yaitu: menggulingkan anak dari samping ke samping sebelum dan memakaikan bajunya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kekakuan pada tubuhnya, dan anak dengan mudah dipegangnya. Anak tidak cenderung mengangkat kepalanya ke belakang ketika miring, bahu dan kepalanya mudah ke depan akibatnya mudah untuk memasukkan baju melalui kepala dan sekitar bahu. Akan lebih mudah lagi manakala ada pengikat di belakang.
Duduk di atas pangkuan
Mendudukkan anak di atas pangkuan menandakan bahwa anda memiliki kekuatan memangku  anak pada waktu duduk. Posisi ini tidak menyebabkan licin pada waktu mengenakan bajunya.
Beberapa masalah yang sering dijumpai pada anak cerebral palsy
  1. Anak athetoid ketika berusaha memakai baju, atau menaikkan kedua tangannya untuk berpakaian, telapak kaki dan sebagian kakinya menapak di lantai. Dalam kasus seperti ini pegang di atas kedua lututnyadan tekan ke bawah bersama-sama atau tekan kedua tumitnya.
  2. Anak spastik ketika mengangkat dan mengulurkan kedua tangannya, kedua paha dan lututnya akan jatuh ke belakang. Dalam kasus ini, tempatkan tangan anda pada bagian bawah tulang punggung dan tekan ke depan.
Anak yang sangat kaku, pegang punggungnya denagn baik ke depan dan pada waktu yang sama pegang sebagian kaki dan putar kedua pahanya.
  1. Anak menarik kaos kaki ke atas, satu kaki lurus dan miring ke belakang dengan mengangkat kedua tangannya dan kehilangan pegangannya. Dalam kasus ini tempatkan tangan anda di bagian bawah tulang punggungnya. Hal ini akan membantu untuk memegang kedua pahanya dan kakinya menekuk. Ia akan memajukan bahunya dan menggunakan tangannya. Jika pegangannya lemah ketika tangannya lurus, bantulah dengan memegang di bawah paha dan tekuk kakinya.
  2. Melihat kedua tangannya yang sedang mereka gunakan merupakan kesukaran bagi kebanyakan anak-anak cerebral palsy. Dalam membantu kasus seperti ini pegang dan beri control yang baik pada kepala.
Kesulitan-kesulitan anak ketikan berpakaian dan melepas pakaian
Kesulitan yang sering dijumpai pada anak yang sedang berpakaian dan melepas pakaiannya, yaitu : tidak cukup keseimbangan ketika menggunakan kedua lengannya, sering mengakibatkan “reaksi menghubungkan”, yaitu gerakan-gerakan tangan dan lengan yang membuat kedua kakinya kaku dan kedua pahanya lurus. Pada anak athetoid, menyebabkan kedua telapak kakinya terangkat dan kurang seimbang. Miskin kerjasama antara kedua lengan dan jari-jarinya.
Keseimbangan duduk tidak menjamin anak memiliki kebebasan pada kedua lengannya dalam berpakaian sendiri dan mempunyai kecenderungan jatuh ke belakang. Gunakan sudut dari dinding untuk memberinya tahanan. Perlihatkan pakaiannya di sebelah sisinya agar mudah diraih dan bila perlu sediakan bangku dan kursi untuk pegangan.

Pakaian
Ketika usianya telah cukup dan dalam batas waktu yang pantas, mereka dapat memilih dan menentukan pakaian mana yang mereka sukai.
Bahan-bahan pakaian
Bahan pakaian yang digunakan hendaknya tidak mengkerut dan membutuhkan sedikit setrika. Untuk bahan lapisan hindari yang berpermukaan licin. Berhati-hatilah jangan memilih bahan yang permukaannya kasar untuk dipergunakan pakaian karena dapat menimbulkan iritasi dari gesekan kulit.
Type pakaian yang pantas untuk cerebral palsy
  1. Piyama
  2. Pakaian malam
  3. Celana panjang
  4. Kaos dalam
  5. Kaos kaki
  6. Lengan baju
  7. Kemeja
  8. Sepatu
Saran tentang penggunaan sepatu yang benar tidak dapat lagi dielakkan, dan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
  1. Sepasang sepatu yang tepat adalah penting.
  2. Sepatu harus mudah untuk dipakai dan dilepaskan, dan posisi kaki akan menjadi baik.
  3. Jika anak mulai memesang sepatu, periksalah agar tidak ada sesuatu yang rusak dan aman bagi anak.
Sarana Penunjang Pendidikan Anak Tunadaksa
1.      Gedung ruang dan perabotan
Penyandang tunadaksa ada yang dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul akibat bangunan yang tidak sesuai dengan persyaratan pendidikan anak tunadaksa. Mereka yang demikian ini tidaklah banyak. Kebanyakan anak-anak tunadaksa frustasi karena ketidaksesuaian desain bangunan. Biasanya bangunan-bangunan dirancang untuk kepentingan orang-orang normal.
Agar bangunan-bangunana bisa sesuai dengan kepentingan penyandang tunadaksa, bangunan hendaknya dirancang dengan memprioritaskan tiga kemudahan, yaitu :
1)      Mudah keluar masuk
2)      Mudah bergerak dalam ruangan
3)      Mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di dalam ruangan itu mudah disesuaikan.
Bangunan Induk
Dalam merancang bangunan induk untuk anak tunadaksa hendaknya jelas apakah bangunan tersebut diperuntukkan bagi mereka yang menggunakan kursi roda, berjalan sendiri (sekalipun dengan tongkat), atau untuk kedua-duanya.
Anak tunadaksa yang berjalan sendiri, lebih mudah menggunakan tangga daripada lantai yang landai. Lantai yang landai, dalam hal-hal tertentu dapat menjadi licin dan membahayakan. Jika bangunan itu dibanguan dengan perlengkapan tangga, maka pada tangga itu perlu diberi pegangan tangan berupa batang yang memanjang sepanjang tangga (disebut handprails). Pegangan tersebut handaknya direnggangkan dari dinding supaya dapat dipegang kuat-kuat.
Lantai gedung hendaknya keras, kesat dan tidak boleh berlubangg-lubang. Baik untuk pemakai kursi roda maupun yang menggunakan tongkat, lorong/gang hendaknya cukup lebar, sekurang-kurangnya 125 cm. anak tunadaksa yang menggunakan sepeda roda tiga (tricycle) bahkan memerlukan lorong selebar 140 cm.
Kamar/ Ruangan
Ruangan kelas hendaknya cukup lapang sehingga dapat membantu anak bergerak leluasa dan memungkinkan anak cukup istirahatnya. Akan tetapi, bagi anak tunadaksa yang berjalan sendiri, lebih-lebih yang menyandang rheumatoid arthritis, stokes dan multiple sceloris, lebih banyak memerlukan ruangan sempit, sebab mereka memerlukan lingkungannya untuk berpegang.
Kamar kecil hendaknya diusahakan tersebar atau dekat dengan kelas-kelas, sehingga anak dengan mudah dapat segera menjangkaunya. Kamar mandi atau WC hendaknya dapat digunakan oleh pemakai kursi roda dan pemakai tongkat.
Kamar tidur sebabnya dibuat leluasa. Yang diperlukan anak ialah kamar tidur biasa yang lebih luas dan pintu lebar.

Perabot
Perabot yang digunakan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Segala sesuatu sebaiknya dibuat kuat dan stabil. Hendaknya diingat, anak tidak hanya menggunakan begitu saja perabot-perabot yang ada, melainkan akan bergerak diantara perabot itu bahkan mungkin akan bertopang kepadanya.

2.      Cruten, splint dan kursi roda
a) Sebagian besar anak tunadaksa menggunakan double brace pada kakinya, membutuhkan kruk untuk ambulasi dan membantu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
1.    Bahan
Bahan yang dipergunakan untuk membuat kruk dapat dari kayu, pipa besi, pipa alumunium dan pipa stainless steel baik yang berbentuk bulat maupun persegi. Selain bahan tersebut masih dperlukan bahan-bahan seperti busa, imitasi, plastic, paku dan skrup.
2.    Macam-macam kruk
µ  Standard double bar upright under arm crutch
µ  Extension crutch
µ  Alumunium double bar upright axtension crutch
µ  Lofstrand crutch atau kanadian kruk
µ  Tricepc crutch
µ  Standard axillary crutch
3.    Cara pengukuran
Posisi pasien tidur terlentang badan lurus di ukur dari axilla kebawah dan kesamping 6 inci atau 15 cm lurus dengan ujung sepatu/ hak. Untuk pegangannya siku menekuk 30 derajat diukur dari axilla kebawah sampai genggaman tangan atau kira-kira 1/3 ukuran panjang kruk.
4.    Tujuan memakai kruk
v  Untuk penderita poliomyelitis, bertujuan sebagai penahan dan penguat seluruh badan serta membantu berjalan.
v  Untuk penderita patah tulang, bertujuan sebagai penopang kaki atau tulang yang patah agar tidak ditapakkan.
v  Untuk penderita amputasi, bertujuan sebagai alat sementara sebelum menggunakan protese untuk alat berjalannya dan membantu kegiatan sehari-hari.
5.    Latihan berjalan dengan kruk
Untuk berjalan dengan kruk diperlukan otot-otot tangan yang kuat untuk menyangga berat badan. Hendaknya dalam memakai kruk berat badan ditekankan pada pegangan kruk ialah di telapak tangan, jangan di ketiak.
6.    Teknik berjalan dengan kruk
Langkah-langkahnya:
1.   Posisi tripod, yaitu ujung kedua kruk disamping badan agak ke depan dan kedua kaki agak ke belakang.
2.   Angkat-angkat kaki dan turunkan agar seimbang
b)      Splint
Kata splint berasal dari bahasa Inggris, dalam bahasa Belanda adalah spalk. Dalam bahasa Imdonesia diartikan sebagai alat untuk meletakkan anggota tubuh dalam posisi yang benar atau menjaga jangan sampai anggota tubuh yang sakit terjadi salah bentuk, misalnya bengkok.
Menurut bentuknya splint itu bermacam-macam, seperti :
Ø  Splint untuk anggota badan bagian atas, contohnya alumunium hand splint
Ø  Splint untuk anggota badan bagian bawah, contohnya back splint, splint belakang lutut
Tujuan menggunakan splint tergantung pada kelainan cacat tubuh, misalnya :
Ø  Penyandang poliomyelitis, bertujuan untuk :
a.       Mencegah salah bentuk
b.      Membantu menahan dan menguatkan kaki untuk berjalan
Ø  Post-operasi, bertujuan untuk :
a.       Mencegah kontraktur
b.      Mengoreksi pada posisi yang dikehendaki
Ø  Kelainan kaki berbentuk huruf x atau o, bertujuan untuk mengoreksi dan meluruskan kaki
c)    Kursi roda (wheel chair)
Menurut bentuknya kursi roda ada dua macam, yaitu :
1.      Kursi roda yang roda besarnya di belakang, dapat masuk kolong mendekati tempat tidur jadi mudah berpindah tempat
2.      Kursi roda yang roda besarnya di depan, mudah berputar ditempat yang sempit.
Cara berpindah tempat dari atas kursi roda ke bawah dimulai dengan menyentuh lantai, berat badan tetap di kursi. Tangan yang satu di kursi dan yang satunya lagi di lantai, gerakan horizontal berat badan pindah ke tangan yang dilantai. Apabila tangannya lemah dapat dibantu dengan bangku bertangga, kalau turunnya badan dulu yang berpindahdan bila naik tangannya dulu yang menekan.
Adapun pemakaian kursi roda bertujuan untuk :
a.       Membantu mobilisasi
b.      Membantu melaksanakan kegiatan sehari-hari
c.       Memperlancar komunikasi

Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar perlu dalam pendidikan anak tunadaksa, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1.         Permasalahan yang dihadapi anak tunadaksa pada dasarnya cukup kompleks sehingga memerlukan bantuan mengatasi masalah.
2.         Kemampuan abstraknya rendah sehingga perlu kongkritisasi dalam pembelajaran.
3.         Anak tunadaksa perhatian, persepsi, dan juga simbolisasinya kurang sehingga mempengaruhi proses belajar.
4.         Lingkungan sekitar anak selalu menuntut kemampuan menyesuaikan diri yang optimal.
Dari beberapa pertimbangan tersebut, terutama yang mengait secara langsung dengan proses pembelajaran secara praktis anak tunadaksa memerlukan bimbingan belajar, yaitu : bimbingan membaca, menulis dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar.
Patner bimbingan belajar yang selama ini belum dilibatkan secara optimal adalah orangtua. Orang tua yang memahami perannya akan melibatkan dalam kegiatan pendidikan
Evaluasi program bimbingan belajar perlu dilaksanakan secara periodik, misalnya dalam satu caturwulan. Kegiatan evaluasi ini dimaksudkan untuk menemukan model layanan bimbingan belajar yang efektif bagi anak-anak tunadaksa.





2 komentar:

  1. permisi mau tanya, sumber daftar pustaka tentang tunadaksa diatas dari mana?

    BalasHapus
  2. permisi mau tanya, sumber daftar pustaka tentang tunadaksa diatas dari mana?

    BalasHapus

menurut kalian apakah pentng sbuah penampln dlm sbuah pertemanan