PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA
A.
Sejarah Pendidikan anak tunadaksa
Pendidikan anak tunadaksa erat kaitannya dengan pemahaman
masyarakat terhadap anak-anak cacat, demikian pula pada anak tunadaksa.
Anak-anak tunadaksa (cripple) pada zaman Renaissance pernah disebutnya sebagai
setan (satan) yang disejajarkan dengan makhluk jahat (evil) dan tidak pantas
untuk diberi hidup. Dengan demikian tidak ada artinya sama sekali keberadaan
anak-anak tunadaksa.
Dalam perkembangannya, perhatian masyarakat terhadap anak-anak
tunadaksa diawali dengan berdirinya rumah-rumah sakit yang menerima
pasien-pasien tunadaksa di Boston tahun 1862, yang kemudian menyebar ke
negara-negara lain.
Pada mulanya anak-anak cacat tersebut belum memperoleh
perhatian, tetapi lama-kelamaan mereka tidak dapat dibiarkan. Bersamaan itu
pula, di Indonesia terdapat penyakit poliomyelitis yang menyebabkan kecacatan
pada anak-anak, sedangkan lembaga yang menanganinya saat itu belum ada. Setelah
diadakan kampanye tentang kepedulian terhadap anak-anak cacat, akhirnya pada
tanggal 5 Pebruari 1953 berdirilah Yayasan sukarela di Solo yang bertujuan
memberikan perawatan kepada anak-anak cacat yang kemudian sekarag diberi nama
YPAC. Dan kemudian berdirilah YPAC cabang dan YPAC-YPAC di kota Jakarta.
B.
Tujuan Pendidikan Anak Tunadaksa
Tujuan pendidikan anak
tunadaksa bersifat ganda (dual purpose),
yaitu yang berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan perkembangan
fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan.
Pendidikan untuk anak
tunadaksa pun tidak boleh melenceng dari rumusan tujuan pendidikan yang telah
digariskan. Oleh karena itu yang paling penting adalah bagaimana
menterjemahkannya dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya mereka dapat dan
mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma lingkungan, mengembangkan kemampuan
dalam dunia kerja, dan bagi mereka yang mampu dapat meneruskan pendidikannya.
Yang dimaksud dengan mampu
menyesuaikan diri dengan norma-norma lingkungan yaitu dapat mengikuti
aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, baik dalam tutur kata maupun
perbuatan sehingga menjadi warga masyarakat yang baik. Sudah barang tentu hal
ini tergantung dari kemampuan masing-masing individu anak tunadaksa. Semua itu
tidak lepas dari peran keluarga, masyarakat dan sekolah. Melalui pergaulan ini
mereka diharapkan mampu menempatkan dirinya sesuai dengan perannya sehingga
anak mempunyai bekal keterampilan yang apat dipergunakan untuk hidup di
tengah-tengah masyarakat, di samping perlu diperhatikan kondisi anak adalah
keterampilan tersebut dapat diantisipasi kebermanfaatannya bagi masyarakat
pemakai.
Salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam proses pendidikan anak tunadaksa adalah pemahaman diri anak
(self-understanding). Anak yang
memahami akan dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, kelemahan-kelemahan
yang melekat pada dirinya, akan lebih mudah membantu pengembangan diri anak.
Oleh karena itu, guru bersama-sama dengan orang tua perlu membantu anak-anak
tunadaksa memahami dirinya baik secara mikro maupun makro.
Pendidikan bagi anak
tunadaksa perlu juga dipersiapkan pendidikan lanjutan. Paket pendidikan ini
dimaksudkan untuk mereka yang memiliki kemampuan lebih. Oleh karena itu sasaran
pendidikannya adalah mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar sebagai bekal
pendidikan lanjutan.
C.
Prinsip Dasar Program Pendidikan
a.
Keseluruhan Anak (all the children)
Layanan pendidikan pada anak tunadaksa harus
didasarkan pada pemberian kesempatan bagi seluruh anak tunadaksa dari berbagai
derajat, ragam, dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan memberikan layanan pendidikan
kepada anak-anak tunadaksa, dimaksudkan mereka dapat hidup bahagia, dan potensi
yang dimilikinya berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kondisi yang ada.
Konsekuensi dari dasar pendidikan ini menghendaki guru
bersifat kreatif. Guru-guru anak tunadaksa dituntut untuk mencari dan melakukan
pendekatan eksperimen dalam pembelajaran untuk masing-masing anak tunadaksa. Masing-masing
anak tunadaksa memiliki karakteristik yang unik, artinya walaupun terdapat tiga
anak yang memiliki jenis kecacatan yang sama, sifat dan tabiatnya berbeda satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu masing-masing anak tunadaksa perlu
memperoleh pendekatan individualisasi dan disusun program layanan yang
komprehensif pada masing-masing anak tunadaksa.
b.
Kenyataan (Relity)
Dasar pendidikan yang menempatkan pada kemampuan
masing-masing anak tunadaksa merupakan pendidikan yang berlandaskan kenyataaan
(reality).
Hasil identifikasi kemampuan fisik dan psikologis dari
masing-masing anak tunadaksa perlu diinformasikan secara tuntas kepada orang
tua atau keluarganya. Perlu juga adanya bimbingan keluarga karena melalui
bimbingan keluarga ini diharapkan adanya penerimaan orang tua dan keluarga
terhadap anaknya sesuai dengan kenyataan yang ada. Kenyataan yang sering
dijumpai di lapangan, orang tua bersikap terlalu mengharapkan (wishfull
thinking) yang lebih pada anaknya. Akibatnya mereka sering menyalahkan pihak
guru atau sekolah.
c.
Program yang dinamis (a dynamic program)
Dinamika dalam proses pendidikan terjadi karena subyek
didiknya selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan
akan perkembangan yang terjadi pada subyek didik. Dinamika dapat pula terjdi
karena perkembangan ilmu pengetahuan.
Memperhatikan akan keberadaan subyek didik yaitu
anak-anak tunadaksa yang memiliki karakteristik yng cukup heterogen, layanan
pendidikan pada mereka perlu didasarkan pada antisipasi program pendidikan yang
dinamis yang mengacu pada dua pertimbangan tersebut sehingga dapat mengantarkan
anak-anak tunadaksa untuk menyesuaikan diri dengan norma lingkungan yang ada.
d.
Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
Kesempatan yang
sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan anak-anak tunadaksa
untuk menyediakan dan mengusahakan sarana pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
anak. Ruang belajar diatur sehingga dapat memberikan kesempatan kepada anak
untuk belajar secara bebas dan mandiri atau anak-anak dapat belajar kelompok
dengan aman. Demikian dengan toilet, dirancang sehingga dapat memberikan
kesempatan anak-anak tunadaksa untuk dapat melakukan kegiatan secara mandiri.
e.
Kerjasama (cooperative)
Pendidikan anak-anak tunadaksa tidak akan berhasil
mengembangkan potensi mereka, tanpa adanya kerjasama dengan pihak-pihak yang
terkait dengan pendidikan anak tunadaksa. Di samping kerjasama dengan orang tua
perlu di jalin pula dengan pihak-pihak lain
seperti guru, tim medis, para medis, pekerja sosial, psikolog, dan sebagainya
yang merupakan patner dalam pendidikan anak tunadaksa. Kerjasama yang saling
menunjang ini akan banyak membantu dalam proses pendidikan anak-anak tunadaksa.
D.
Prinsip-Prinsip Pendidikan
1.
Prinsip-prinsip umum
Yang dimaksudkan disini adalah bahwa prinsip tersebut
tidak hanya berlaku untuk anak tunadaksa saja tetapi dapat pula berlaku pada
anak-anak yang lain. prinsip-prinsip tersebut antara lain :
a.
Prinsip kasih sayang
Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan uluran
penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima
dalam kelompok dan di akui bahwa mereka adalah sama seperti anak-anak yang lainnya.
b.
Prinsip keperagaan
Melalui kenyataan bahwa anak tunadaksa beragam
jenisnya seperti cerebral palsy yang pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan
di bawah normal. Kenyataan seperti ini menghendaki setiap pembelajaran sedapat
mungkin diperagakan. Pemilihan alat-alat peraga tentunya disesuaikan pula
dengan bahan, suasana, dan usia perkembangan anak-anak tunadaksa.
c.
Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam proses pembelajaran ranah kognisi sering
memperoleh sentuhan dan pengembangan, sedangkan ranah afeksi dan psikomotor
kadang-kadang dilupakan. Hal ini terjadi karena adanya penekanan pada ranah
tertentu saja, dan mengukur keberhasilan pembelajaran dari aspek pengetahuan
semata. Akibat yang terjadi dari proses seperti ini adalah kepincangan dan
ketidakutuhan pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajarinya atau yang
disampaikan kepada subyek didik. Penanaman berbudi luhur, ranah afeksi dan
psikomotor perlu sama-sama memperoleh binaan sehingga tampilan berbudi pekerti
luhur merupakan hasil perpaduan dari ketiga ranah tersebut.
d.
Pengembangan minat dan bakat
Minat dan bakat pada masing-masing subyek berbeda satu
dengan yang lainnya, baik pada kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan
orang tua adalah mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada diri
masing-masing subyek didik. Hal ini penting dilakukan karena minat dan bakat
seseorang memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Untuk dapat
mengungkap minat bakat anak tunadaksa secara pasti perlu dilakukan melalui tes
dan nontes.
e.
Kemampuan anak
Kemampuan yang dimaksudkan meliputi
keunggulan-keunggulan apa yang ada dalam diri anak, dan juga aspek
kelemahan-kelemahannya.
f.
Model
Pada awal perkembangan manusia lebih banyak meniru
hal-hal yang ada disekitarnya. Melalui meniru anak dapat berbicara, berjalan,
bermain, dan belajar dengan lingkungannya. Karena proses meniru lebih mudah
daripada menciptakan sendiri, dan meniru yang tidak baik juga lebih mudah
ketimbang meniru yang baik, maka suguhan yang diberikan pada anak-anak
tunadaksa perlu dirancang secermat mungkin sehingga anak dapat meniru model
yang ditampilkan oleh guru-gurunya.
g.
Pembiasaan
Pembiasaan sepertinya merupakan hal yang biasa-biasa
saja dalam kehidupan anak-anak normal, tidaklah demikian pada pola kehidupan
anak-anak yang tergolong tunadaksa. Oleh karena itu pembiasaan yang diberikan
padanya perlu dibarengi dengan contoh kongkrit dan perlu menyingkirkan
jauh-jauh rasa bosan dalam memperingatkan anak-anak, mereka mudah sekali lupa.
h.
Latihan
Melalui kegiatan melakukan sendiri yaitu latihan, anak
memperoleh pengalaman langsung dari apa yang mereka kerjakan . Latihan yang
diberikan tidak melebihi kemampuan anak sehingga anak senang melakukan kegiatan
yang diprogramkan oleh pengelola pendidikan.
i.
Pengulangan
Sifat umum pada anak-anak tunadaksa terutama pada
cerebral palsy adalah mudah lupa. Oleh karena itu pengulangan dalam memberikan
penjelasan perlu dilakukan sehingga anak dapat menerima hal-hal yang
disampaikan, meskipun tidak semua bisa diterimanya dengan baik.
j.
Penguatan
Keberhasilan anak melakukan aktivitas belajar apapun bentuk
prestasi yang ditampilkan anak-anak tunadaksa, perlu diberikan hadiah berupa
penguatan (reinforcement) Pujian yang
diberikan padanya akan memiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha
keberhasilan.
2.
Prinsip Khusus
a.
Multisensori
Multisensori berarti “banyak indera”, maksudnya dalam proses
pendidikan pada anak-anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan
mengembangkan indera-indera yang ada dalam diri anak.
Kenyataan yang terdapat pada anak-anak tunadaksa sering dijumpai
melalui gangguan indera, dengan demikian kesemua indera tidak dapat berfungsi
dengan baik sehingga rangsang pendidikan yang diterimakan melalui indera-indera
tersebut lewat begitu saja. Dengan pendekatan multisensori, kelemahan pada
indera-indera yang ada diusahakan untuk memfungsikan indera-indera lain yng
masih dapat berfungsi.
b.
Prisip Individualisasi
Penanganan pendidikan pada anak tunadaksa perlu memperhatikan
prinsip individualisasi, artinya kemampuan masing-masing diri individu lebih
dijadikan titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Prinsip-prinsip individualisasi yang berkaitan dengan layanan
pendidikan anak tunadaksa, akan dikemukakan (1) pendekatan model Laura
Lehtinen, dan (2) William M. Cruickshank.
(1)
Pendekatan Model Laura
Lehtinen
Setelah menemukan situasi yang dapat mengontrol tingkah
laku, Lehtinen melakukan studi lebih
lanjut yaitu studi tentang bagaimana mengajar anak sesuai dengan kelainan anak
itu. Menurut pendapatnya, masalahnya bukan masalah psikoterapi terhadap konflik
emosi, minat, dan motivasi.
Lehtinen mendasarkan pendidikannya pada hasil penemuan
Strauss, dan pada hasil observasinya mengenai perhatian, persepsi, dan tingkah
laku anak yang mendapat gangguan, dan pada observasinya mengenai kemampuan
belajar anak yang mendapat gangguan khusus dalam perkembangan persepsinya.
Pelajaran yang diberikan Lehtinen mencakup kegiatan-kegiatan
motorik, misalnya: memilih, menggunting, mencetak dan menulis, dan sebagainya. Alat-alat
pelajaran disesuaikan dengan gangguan anak-anak secara individual. Alat
pelajaran yang dianjurkan oleh Lehtinen bukanlah alat permainan yang
dimaksudkan untuk mendorong motivasi atau untuk menciptakan pengajaran melalui
bermain. Alat yang dianjurkannya merupakan elemen yang esensial dalam membentuk
keterampilan atau proses, yang memungkinkan anak memperoleh bayangan
mengenainya.
Berhitung
Mengenai pengajaran berhitung, Lehtinen mengemukakan empat
butir prinsip utama, yaitu:
(a)
Konsep bilangan yang akarnya berupa pengalaman persepsi yang
teratur
(b)
Skema tersebut berkembang dari kemampuan mengorganisasikan
(c)
Terbentuknya skema yang sifatnya visuospatial dari hal-hal
yang kongkrit dan bersifat persepsi ialah waktu anak menangkap hubungan dan
memahami arti
(d)
Untuk anak yang mengalami gangguan organis, diperlukan alat
dan teknik yang khusus, yang sesuai dengan gangguan yang diderita.
Membaca
Dalam hubungan ini, Lehtinen mengemukakan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
(a)
Gangguan-gangguan yang berupa cepat beralih perhatian, tak
kuasa mengekang diri, dan kekakuan, tampak bukan hanya pada persepsi visual dan
tingkah laku saja, melainkan juga pada hal-hal yang menyangkut persepsi
pendengaran.
(b)
Mereka tanggapannya cenderung bersifat visual mengalami
kesukaran dalam membuat tanggapan pendengaran.
(c)
Gangguan-gangguan yang bersifat visual banyak yang mengganggu
hal-hal yang bersifat pendengaran.
Menulis
Ada dua prinsip yang diketengahkan dalam hubungan ini, yaitu
:
(a)
Dengan menulis, anak mengembangkan persepsi visuomotor;
menulis juga mempunyai fungsi psikologis yang menunjukkan kepada kita tingkat
kecerdasan anak.
(b)
Pelajaran menulis ini sangat membantu kepada pelajaran
membaca karena dapat merangsang dan mengatur persepsi visual dalam mengamati
kata, selain itu juga karena mempunyai faktor kinestetis.
(2)
Pendekatan Model William
M. Cruickshan
Berbagai metode, tehnik, dan pendekatan telah dikembangkan
untuk melayani anak-anak yang mengalami gangguan emosi, baik yang disertai
brain damage maupun yang tidak. Dalam pendekatan pertama orang tuanya dibantu
dengan psikoterapi individual atau psikoterapi kelompok: para ahli berpendapat
bahwa anak tidak akan dapat mengatur energinya untuk belajar kalau masalah
emosinya belum terpecahkan. Dalam pendekatan kedua, para ahli menganggap bahwa
tingkah laku anak merupakan gejala atau mempunyai hubungan dengan frustasi yang
timbul dari kesulitan terentu waktu belajar. Dasar pendekatan ini adalah
anggapan bahwa anak akan lebih berhasil dalam pelajaran dan pergaulannya asal
tehnik mengajar , kriteria pengelompokan, bimbingan belajarnya memberikan
dorongan kontinyu. Kedua dorongan ini dipergunakan oleh Cruickshank dan stafnya
dalam menghadapi anak-anak yang hiperaktif, acting, yang mendapat gangguan
emosi.
Menurut Cruickshank, program pendidikan anak normal tidak
cocok untuk anak-anak ini. Pendidikan yang terbaik katanya ialah memberikan
lingkungan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Oleh karena itu , di
dalam pendidikannya terlihat hasil modifikasinya atas konsep-konsep yang telah
dikembangkan oleh Strauss dan Lethtinen. Serta meliputi prinsip utama, yaitu:
(1)
Usaha mengurangi perangsang visual dan pendengaran yang tidak
perlu.
(2)
Usaha mengurangi luas lingkungan.
(3)
Program harian yang ditata rapi.
(4)
Usaha menambah kuatnya perangsang dari bahan pelajaran.
Metode
Semua pelajaran ditata secermat-cermatnya dengan pendekatan
yang sifatnya multisensory. Kebanyakan anak-anak kurang baik dalam diskriminasi
visualnya, oleh karena itu tugas-tugas hendaknya dipecah menjadi bagian-bagian
yang elementer sehingga anak memperoleh gambaran mengenai keseluruhan.
E.
Prinsip-Prinsip Belajar Mengajar
(1) Motivasi
Melalui motivasi yang baik dan benar, pencapaian hasil
belajar akan lebih baik dan waktu yang dipergunakan untuk mencapainya relatif
lebih singkat jika dibandingkan dengan orang yang kurang atau tidak memiliki
motivasi. Motivasi merupakan proses yang berperan untuk mengarahkan, mendorong
dan memberi kekuatan, serta memelihara perhatian.
Secara garis besar, dikenal dua teori motif, yaitu
teori humanis dan teori behaviorisme. Menurut teori humanis (cark Roers,dkk)
menyatakan bahwa pada dasarnya manusia itu ada keinginan untuk belajar, tugas
guru hanyalah membangkitkan sifat dasar yang telah dimiliki oleh subyek didik.
Sedangkan menurut teori behaviorisme (B.F. Skinner, dkk) menyatakan bahwa
motivasi ditentukan oleh kondisi lingkungan.
Mengacu pada teori behaviorisme, dalam kegiatan
belajar mengajar pada anak-anak tunadaksa, kita hendaknya :
a.
Mencatat tingkah laku anak kemudian menentukan tingkah yang
perlu diperbaiki.
b.
Memberikan penghargaan (reward)
c.
Mantap dalam tindakan, setia pada prinsip.
d.
Memberikan contoh yang dikehendaki
e.
Menciptakan lingkungan yang menyenangkan.
(2) Perhatian
Perhatian subyek didik dapat diupayakan melalui dua
arah, yaitu dari anak sebagai subyek didik dan dari bahan pelajaran yang yang
akan diajarkan.
a.
Kesiapan mental
Dalam menyiapkan subyek didik secara mental, dilakukan
dengan cara menyiapkan anak untuk menerim bahan secara keseluruhan dan
menyiapkan secara khusus (spesifik).
b.
Penandaan
Penandaan bagian-bagian yang penting (definisi, konsep, atau unsur dari suatu bagian)
dilakukan pada subyek didik kelas-kelas tinggi, sedangkan pada kelas-kelas
bawah disesuaikan dengan kemampuan anak.
c.
Mengingat
Dalam kaitannya dengan anak tunadaksa, pengelolaan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi mereka akan memperkecil waktu yang
tidak dipergunakan, sehingga waktu yang disediakan dimanfaatkan secara optimal.
Dilihat dari segi kemampuan waktu mengingat, daya ingatan seseorang dibedakan
atas ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d.
Mengungkapkan kembali
Proses mengungkap kembali informasi, dilakukan dengan
merumuskan sendiri informasi yang telah diterimanya.
e.
Generalisasi dan transfer
Kemampuan membuat generalisasi dan transfer pada anak
didik, dipengaruhi oleh proses mempelajari bahan-bahan pelajaran yang
diberikan.
f.
Pembuatan : respons anak didik
Dalam kegiatan belajar mengajar supaya tidak
menimbulkan kejenuhan pada diri anak didik, perlu diselingi dengan
pertanyaan-pertanyaan dari bahan pelajaran yang telah diberikan pada
sewaktu-waktu sebelumnya. Kegiatan ini disamping respons anak didik juga untuk
mengetahui kemampuan mengingat dan kemampuan mengasosiasikan kesan yang telah
diperolehnya.
g.
Balikan dan penguatan
Balikan merupakan respons guru terhadap hasil kegiatan
belajar mengajar. Sasarannya adalah perbuatan subyek didik.
F.
Bentuk dan Sistem Layanan Pendidikan
1.
Bentuk Pendidikan
a.
Sekolah di rumah sakit
Ada dua keuntungan minimal yang dapat dipetik dalam pendidikan dirumah
sakit, yaitu suguhan psikologis (anak merasa terhibur dan senang hatinya) dan
anak memperoleh pengetahuan yag berkaitan dengan pelajaran di sekolah.
b.
Pengajaran di rumah
Kesulitan yang sering dihadapi dalam pndidikan model ini adalah letak
“pasien” yang menyebar cukup jauh sehingga memerlukan layanan ekstra.
c.
Sekolah Khusus (luar biasa)
Bentuk atau model pendidikan ini dimaksudkan untuk anak-anak tunadaksa
berat yang tidak memungkinkan sekolah bersama dengan anak-anak normal,
sehubungan dengan kondisinya mereka membutuhkan layanan khusus. Oleh karenanya
untuk mendidik mereka membutuhkan guru-guru yang memiliki kualifikasi tertentu,
kontruksi bangunan khusus, teknik-teknik pengajaran serta alat-alat yang sesuai
dengannya.
d.
Kelas khusus
Kelas khusus ini adalah kelas yang disediakan disekolah biasa yang
dimaksudkan khusus untuk anak-anak tunadaksa yang memerlukan layanan khusus.
e.
Sekolah koresponden
Bentuk kelas koresponden tidak banyak diminati oleh anak-anak tunadaksa
karena sekolah model ini membutuhkan kemandirian yang cukup tinggi serta untuk
dapat melakukan ini diperlukan keterampilan-keterampilan yang menunjang.
2.
Sistim Layanan Pendidikan
Layanan pendidikan untuk anak-anak tunadaksa dapat
dilakukan dengan pendekatan (1) guru kelas, (2) guru mata pelajaran/ mata
studi, (3) campuran, dan (4) pengajaran tim.
G.
Dasar-dasar Penanganan Anak-anak Cerebral Palsy di rumah
1.
Gerakan (movement)
(a)
Perbedaan dasar
antara urutan gerakan normal dan abnormal.
Duduk dari posisi tidur terlentang
Gerakan pertama adalah mengangkat kepala kita
ke depan dan waktu yang sama menarik bahu kita dan kedua tangan maju ke depan.
Cara ini memudahkan gerakan atau urutan gerakan yang perlu untuk bangkit dan
duduk.
Anak normal bangkit untuk duduk, mengangkat kepalanya
ke depan dan pada waktu yang sama mengangkat tangan dan bahunya ke depan, hips
dan sendi lutut menekuk.
Ketika anak
cerebral palsy tidur terlentang, kita lihat kepalanya seringkali menekan ke
belakang, kadang-kadang bahu dan tangannya juga menekan ke belakang. Ia sama
sekali tidak mampu mengangkat kepala dan bahunya serta melengkungkan tulang punggungnya.
Padahal mengangkat kepala dan bahu sangat penting jika ia akan duduk dari
posisi lain.
Gerakan dari posisi tidur tengkurap
Anak cerebral
palsy tidur tengkurap, kepala dan bahunya menekan ke bawah melawan lantai,
tangan melipat depan.
Berguling
Anak normal berguling, terlihat gerakan antara sendi
bahu dan pinggul (hips) berrotasi. Ketika anak cerebral palsy berat mencoba
untuk berguling, kita lihat ia tidak melakukan rotasi. Tidak adanya rotasi
tersebut karena ia tidak mampu mengontrol posisi kepalanya dan pada umumnya
spastik, athetoid, atau floppiness. Ada hambatan pada koordinasi gerakan yang
berurutan antara bahu dan sendi pinggul sehingga gerakan bangkit dan berjalan
tidak mungkin dilakukan. Sedangkan anak yang tidak begitu berat (spastik
dipelgi), hemipelgia atau anak athetoid dengan tonus kekejangan menengah/sedang
, ia akan mampu bergerak tetapi derajat gerakan sesuai dengan derajat spastik
atau athetosisnya. Semua gerakannya dilakukan secara abnormal.
(b)
Perbedaan dasar antara urutan gerakan normal dengan abnormal.
Dorongan ke belakang di atas
lantai
·
Anak normal
Pada bayi yang berumur kira-kira 8 bulan, ketika ia tidur terlentang akan
menekuk sendi lututnya, kakinya datar dengan lantai, mengangkat pantatnya
membuat ancang-ancang kemudian mendorong dirinya ke belakang.
·
Anak Spastik
Ancang-ancang gerakan jarang terlihat pada anak spastik. Ia melakukan
tetapi kadang-kadang mencoba untuk mendorong badannya ke belakang dan mencoba
lagi. Muka tegak menghadap tembok/ dinding di samping kursi atau di ujung
dipan, tidak mampu menekuk kakinya. telapak kakinya rata dengan lantai dan ia
mendorong dengan jari-jari kakinya. Kondisi ini akan cenderung menambah
kekakuan pada kaki dan hipsnya sehingga anak tidak mampu berdiri atau berjalan.
·
Athetoid
Anak athetoid juga berusaha membuat ancang-ancang tetapi tidak mampu
meluruskan hipsnya dengan sempurna dan segera mendorong dirinya ke belakang.
Kepala dan bahunya mendorong lagi, tangannya menekuk.
Merangkak
·
Anak normal
Anak normal yang berumur delapan bulan akan menggerakkan perutnya dengan
mendorong badannya ke belakang dibantu dengan tangan, tangannya maju disertai dengan
perut dan kakinya mendorong ke depan bergantian.
·
Anak spastik diplegi
Anak spastik diplegi hanya dapat
bergerak sepanjang lantai dengan menarik tangannya. tarikan tangan ke bawah dan
menyilang dada secara perlahan akan mengarahkan kaki menjadi lurus, kaku serta
menyilang seperti gunting, telapak kakinya terangkat (angkat tumit) sehingga
mengakibatkan tidak mungkin untuk berdiri dengan kaki rata di atas tangan.
·
Anak Athetoid
Anak Athetoid pada umumnya tidak mampu untuk merangkak atau merayap,
sehingga ia tidak dapat mengangkat atau menguasai kepalanya dan tidak mampu
memajukan tangannya ketika telungkup. Oleh karena itu hanya dapat bergerak
dengan berguling abnormal atau mendorong badannya pada waktu telungkup.
Berdiri dan melangkah
·
Anak normal
Untuk berjaln anak normal bervariasi, tetapi pda umumnya pada umur satu
tahun ia mempunyai beberapa keseimbangan dalam berdiri walaupun hanya sebentar,
ia telah mencapai urutan permulaan dalam berjalan dengan satu pegangan.
·
Anak Spastik
Anak spastik berdiri begitu kaku pada kedua kakinya, ketika didorong ke
depan mereka tidak dapat menekuk hips untuk melangkah ke depan.
·
Anak Athetoid
Anak athetoid mempunyai kesukaran dalam mempertahankan berat badannya,
dan ketika berdiri ia gagal atau jatuh ke belakang karena tidak mempunyai
keseimbangan berdiri dan tidak dapat memindahkan berat tubuhnya ke samping atau
maju. jika ia mampu berdiri dan jika satu kakinya terangkat, kaki yang lain
akan menekuk dan ia akan jatuh.
(c)
Gerakan-gerakan abnormal yang semua orang tua tidak boleh mengajarkannya.
Gerakan ini apabila diulang-ulang akan mempengaruhi kemampuan anak untuk
belajar lebih meningkatkan gerakan sehingga mengakibatkan keterlambatan untuk
melangkah dan dapat menyebabkan salah bentuk atau kaku sendi. contohnya adalah
: melompat seperti kelinci, gerakan ini akan menyulitkan anak melangkah. Untuk
anak normal hal ini adalah biasa tetapi untuk anak CP atau anak spastic gerakan-gerakan seperti itu hendaknya
dilarang karena anak CP cenderung mempunyai hips, sendi lutut dan pergelangan
kaki yang bengkok dan memutar ke dalam. Sehingga apabila kita beri kesempatan
untuk melompat seperti kelinci, akan menambah kecenderungan ini dan memebuat
berdiri dan berjalan dengan sukar.
Bangun duduk dari tidur
terlentang
·
Anak normal
Anak mencapai taraf siap duduk dengan bantuan untuk mengangkat dirinya
bangun ke posisi duduk. Posisinya akan symetrical, kepalanya tegak lurus dengan
punggungnya dan ia mempunyai kontrol kepala yang bagus. Ia dpat mengulurkan
kedua tangannya untuk memegang tangan kita dan bersamaan dengan itu menarik
badannya, mengangkat kepala dan sendi bahu, menekuk hips, sendi lutut dan
pergelangan kaki.
·
Anak Spastic diplegic
Walaupun posisinya symetrical dan mempunyai kontrol kepala yang baik
tetapi ia tidak siap dibantu ketika star permulaan untuk menarik bangun ke
posisi duduk. Ia tidak cukup mampu meraih untuk memegang tangan kita, tetapi ia
akan berusaha ke arah itu sehingga sikunya terpaksa menekuk. Ia mendorongkan
kepala dan tangannya maju didepan dadanya, hips dan kakinya lurus, memutar ke
dalam dan kadang-kadang menyilang.
·
Anak Athetoid
Anak tidak symetrical, tidak punya kontrol kepala dan tidak mampu
memegang. jika ia mencoba bangun untuk duduk, maka kepala, bahu dan tangan akan
mendorong ke belakang, punggung lurus dan bersamaan dengan itu hips dan sendi
lutut akan menekuk.
Memantul/ melambung di atas
lantai
·
Anak normal
Kepala anak tegak lurus, badanya lurus, tangan dan kakinya dalam posisi
normal, sehingga ia dalam posisi symetrical. Apabila di angkat ke udara,
kakinya akan terangkat kemudian diluruskan menyentuh kakinya ke tanah menahan
berat badan.
·
Anak Spastic
Ia tidak symetrical, kepala tidak tegak lurus dan badannya tidak lurus.
Kalau diangkat ke udara, kepala dan punggung tidak symetrical, pelvic mendorong
ke belakang miring ke salah satu samping dan hips serta lutut lurus dan memutar
ke dalam. Dalam beberapa kasus kaki akan menyilang, telapaknya jatuh lurus ke
bawah, bahunya mendorong maju dan jatuh serta tangannya menekuk dan membengkok ke samping.
·
Anak Athetoid
Ketika diangkat ke udara untuk dipantulkan, Anak Athetoid dapat
meluruskan kakinya tetapi biasanya tidak berputar ke dalam dan juga tidak
menyilang. Ketika telapaknya menyentuh tangan ia tidak dapat menyangga berat
badanya dan ia gagal untuk berdiri. Atau ketika ia mendorong ke belakang kepala
dan bahunya, ia mengalami kekakuan dan menyilangkan kakinya.
Ayunan ke udara
Untuk anak normal, ayunan ke udara dan menangkapnya kembali tidak akan
menjadi masalah. Tetapi untuk anak CP apabila ia diayunkan ke udara, ia tidak
dapat mengontrol dirinya dengan baik. Ayunan ke udara akan membuat anak spastic
menjadi lebih kaku dan anak athetoid lebih tidak ada organisasi dalam
gerakannya.
2.
Prinsip-Prinsip Dasar Penanganan
Salah satu faktor yang penting dalam penanganan anak
CP khususnya pada tahun-tahun permulaan yaitu kemampuan menggunakan kedua
tangan secara efektif dan ekonomis.
Dalam hal pelaksanaannya pelayanan dipentingkan pada
perasaan (feeling) dengan kata lain, perbedaan antara lengan CP dengan anak
normal. Dalam hal penanganan seperti dalam pengobatan, sasaran utama adalah
menghilangkan segala jenis bantuan secepat mungkin mengingat pada waktu anda
memegang dan menggerakkan anak anda mengerjakan suatu gerakan. anda harus
memberi semangat pada anak untuk bergerak aktif tanpa bantuan, ia hanya dapat
mengerjakan hal tersebut dengan jalan anda menjauhkan tangan anda dalam gerakan
yang benar dan memberi semangat padanya untuk bergerka sendiri.
Yang penting untuk diingat adalah memahami petunjuk
pokok untuk mengontrol anak yang berbeda. Dimana anak Spastic adalah kaku dan
membutuhkan teknik untuk menghambat gerakannya, anak Athetoid bergerak
berlebihan sehingga membutuhkan tekanan dan keseimbangan dan dalam beberapa
kasus dihambat, sehingga memberi kesempatan padanya untuk mengorganisasi,
meningkatkan dan memperbaiki kualitas gerakannya. Anak Layuh membutuhkan
tekanan dan keseimbangan ditambah teknik penanganan yang lain, untuk membantu
meningkatkan tegangan otot sebagai dasar gerakan yang aktif.
Selama membicarakan penyembuhan dengan ahli terapi,
ahli terapi akan memperagakan dan mengajarkan pada anda teknik-tekniknya baik
yang dilarang maupun yang dianjurkan untuk menambah tegangan otot, dan bagaimana
menggabungkan teknik-teknik khusus untuk menghambat dan untuk memberi kemudahan
(Fasilitation)
Contoh dari sikap yang tidak normal dari posisi
kepala, yang mempengaruhi kesatuan tubuhnya.
a.
Anak memutar kepalanya, yang mungkin juga menoleh kesamping
dan pada beberapa anak menarik keras kepalanya ke belakang, tangan dan kaki ke
depan, wajahnya berputar lurus, tangan membuka, tangan dan kaki yang jauh dari
kepalanya dipuat dan ditekuk tangan mengepal.
b.
Kepala dan bahu tertarik ke belakang. Kaki anak Athetoid akan
menekuk, kaki anak Spastic akan lurus dan kaku. Jika anak sudah terpengaruh ,
ia akan memperlihatkan pola-pola yang sama ketika ia tidur tengkurap.
c.
Kepala anak tertarik ke depan, kedua tangan menekuk dan
ditarik ke atas dada, sendi paha dan kedua kaki kaku. Jika anak memperlihatkan
pola ini pada waktu terlentang, hal ini akan lebih menekan ketiak ia telungkup.
d.
Mengangkat kepala keatas dan kebelakang, mengakibatkan
tangannya kaku direntangkan dan sendi paha, kaki dan sendi pergelangan kai
menekuk.
e.
Menekuk kepala berlawanan sehingga pengaruhnya kedua tangan
menekuk dan sendi paha serta sendi lutut lurus.
Beberapa anak
tidak dapat mengangkat atau mempertahankan kepalanya keatas pada garis tengah
sebab mereka pada umumnya layuh (floopy).
Kelompok 1
a.
Suatu type pola flexi yang tampak pada anak Spastik. Kedua
lengan diputar dalam bahu, ini biasanya disertai dengan kedua sendi paha (hips).
b.
Memegang anak diatas samping luar sendi siku dan
merenggangkan kedua lengan bagian atas.
c.
Dengan satu gerakan mengangkat dan memutar kedua lengannya
keluar seperti anda akan membawa kedepan anda. Dengan memegangnya dalam cara
ini, anda dapat mempermudah mengangkat kepalanya, meluruskan punggungnya dan
menekuk kedua sendi pahanya.
Kelompok 2
a.
Suatu type extension atau lurus yang terlihat pada anak
Athetoid, kedua lengannya memutar keluar dari bahu dimana keduanya menekuk atau
yang satu lurus dan satu bengkok, hal ini umumnya disertai dengan terlampau
menekuknya sendi paha (hips).
b.
Dengan suatu gerakan, kedua tangan diputar kedalam sampai
bahu dan tekan kebawah, bawa anak kedepan anda dan kemudian dengan
perlahan-lahan angkat tangannya keatas. Dengan memegang anak dalam cara ini
akan mempermudah untuk menekuk kedepan kepalanya, memutar punggungnya, dan akan
merubah sendi pahanya jadi menekuk.
c.
Anak spastic yang berat cenderung untuk tidur tengkurap,
tidak mampu mengangkat kepala atau tulang punggungnya, atau membawa lengannya
kedepan.
d.
Jangan hanya mengangkat kepalanya, ini hanya akan
mengakibatkan bahu tertarik kebawah, kedua lenganya dan pahanya menekuk akan
membuat kakinya kaku. Jangan mencoba untuk meluruskan paha dan kaki dengan cara
menekan kebawah dengan denagn tangan anda diatas pantat anak, ini hanya akan
menyebabkan beberapa anggota tubuh tambah bengkok. Dengan satu tangan diatas
paha, dorong pinggul keatas sehingga anak berbaring lurus.
Posisi Duduk
1.
Posisi duduk yang normal : kedua paha membengkok, punggung
dan kepala dalam posisi sejajar, kedua lutut menekuk, telapak kaki datar diatas
lantai.
2.
Ilustrasi problem anak Athetoid dengan anak Spastic ketika ia
mencoba untuk duduk. Kesulitan yang mendasar adalah ketidakmampuan
membengkokkan kedua pahanya, hal ini disebabkan oleh adanya dorongan kebelakang
dari kepala, bahu dan punggungnya. Adanya tekanan dari pantatnya diatas kursi
dan hubungan atau sentuhan jari-jari kakinya dengan lantai.
3.
Alasan mengapa kita tidak boleh menganjurkan duduk bersila
pada anak Spastic ialah :
a.
Karena bengkoknya seluruh persendian dimana membahayakan paha
dan lutut berkembang menjadi flexor contractures yang membuat kesulitan atau
tidak memungkinkan anak berdiri
b.
Posisi tidak symetris
c.
Terlalu berat beban yang harus disangga oleh kaki yang
membelok kedalam posisi kaki akan memperlambat perkembangan pada banyak anak CP
ketika mereka mulai untuk berdiri dan berjalan, kita harus mencoba tidak
menguatkan kecenderungan ini.
3.
Latihan ke Toilet
Anak normal, sampai ia
berumur satu tahun tidak dapat menggunakan pispotnya. Baru setelah umurnya
lebih dari satu tahun ia baru memikirkan kegunaan pispot dan mulai menunjukkan
sikap akan kebutuhan ke toilet, secara berangsur-angsur ia mulai bicara dan
belajar tentang masalah pispot. Ketika ia mulai berjalan ia selalu sibuk dengan
mainannya sehingga ia mengesampingkan latihan ke toilet. Meskipun demikian
secara perlahan-lahan ia akan
memperbaiki dirinya dan sampai umur dua tahun sudah dapat dilatih ke kamar
kecil (WC). Pada waktu ia dapat mengatur dan mengekang dirinya agar tidak
mengompol sehingga selesai bermain atau mengerjakan pekerjaan lain, biasanya ia
kelihatan tidak bisa diam. Kira-kira menjelang umur empat tahun ia mulai dapat
pergi ke belakang untuk dapat menggunakan WC.
Jika ternyata anak normal
saja sukar untuk berlatih ke toilet, bagaimana dengan anak Cerebral Palsy?
Sebaiknya kita memberikan pujian ketika anak dapat bertindak bersih atau dapat
menggunakan wadah buang airnya (pispot), tetapi jangan memarahi anak ketika
anak bertindak kotor atau membuang sampah sembarangan.
Cara yang paling baik untuk
memecahkan masalah latihan ke toilet adalah dengan menggunakan pispot, anak
anda memerlukan perhatian dan petunjuk seperlunya sehingga ia tidak memerlukan
perawatan terus menerus seperti ketika masih bayi. Dengan demikian perlu
diadakan khusus sedikit peraturan. Sebaiknya anak anda diberitahu bagaimana
cara menempatkan dirinya diatas pispot dan anda diharapkan memberi contoh.
Dengan demikian ia akan menyadari agar tidak mengotori celananya. Ia akan
memanggil anda untuk menolongnya dalam kesulitan. Jika anak CP sedang latihan
ke toilet janganlah diberi mainan, karena dapat menjadikan berkurangnya
kosentrasi terpusatnya perhatian pada waktu buang air.
Kesulitan terbesar jika anak
tidak mampu untuk duduk santai sehingga ia akan mengalami kesukaran ketika
buang air besar. Untuk itu cara yang penting adalah memperbaiki mengatur posisinya,
baik posisi duduk anak maupun posisi pispot.
Langkah pertama untuk menuju
latihan ke toilet secara mandiri dicapai ketika anak mampu menunjukkan pada
anda bahwa ia membutuhkan pispotnya, hal ini sangat penting agar anda mengerti
tanda-tanda atau isyarat pada waktu ia membutuhkannya. Ketika ia mencapai
langkah dapat mengangkat pispotnya sendiri, tentu saja hal ini mudah untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan dengan lancar. Seorang anak mulai dapat
menggunakan pispotnya sendiri pada waktu berlutut. Kemandirian yang sempurna
meliputi tidak hanya mengambil pispotnya tetapi juga kemampuan untuk melepaskan
celananya, duduk dan berdiri sendiri, juga menaikkan celananya kembali.
Dengan bantuan sebuah palang
untuk berpegangan anak dapat mengarahkan sendiri tubuhnya pada posisi ini. Pada
langkah pertama adalah menyakinkan anak dengan cara menempatkan pispotnya dekat
dengan meja atau kursi sehingga ia dapat berpegangan pada sandaran untuk
menarik celananya kebawah. Sebuah kursi yang kuat dilengkapi dengan sandaran
yang bagus agar anak dapat mengatasi kesukarannya sendiri dengan menarik
celananya ke atas dan ke bawah.
Pedoman umum untuk
membangkitkan semangat latihan ke kamar kecil atau toilet
Jika kulit anak CP sensitif,
maka untuk mencegah agar ia tidak menggaruknya, dianjurkan agar menggunakan
pispot bertali. Apabila anak telah berumur antara tiga atau empat tahun ia
harus sudah latihan ke toilet dan tidak menggunakan pispot lagi. Walaupun pada
waktu permulaan ia merasa tidak enak dan minta untuk buang air di pispot terus.
Secara rutin kita harus pandai mengontrol isi perut anak sehingga kita dapat
mendahului keinginan anak sebelum ia minta ke belakang. Kita dapat meletakkan
anak pada posisi jongkok atau dibalikkan dengan memegang lutut kearah perut.
Mandi pada anak Cerebral
Palsy tidaklah mudah. Kesulitan ini timbul ketika anak masih kecil, dan
kesulitan ini akan bertambah seiring dengan perkembangan anak. Anak cacat yang
berat akan tidak dapat duduk di tempat mandi atau menggunakan tangannya untuk
menyangga tubuh, ada yang menggunakan kemampuan untuk duduk tetapi tidak
seimbang, sehingga memerlukan kedua tangannya untuk menahan sepanjang waktu.
Pada waktu memandikan bayi
dapat anda gunakan pula kesempatan itu untuk latihan kegiatan sehari-hari,
tetapi bagi bayi anda hal ini merupakan kesempatan untuk bermain dan
menyenangkan. Kombinasi antara latihan dengan permainan yang menyenangkan bagi
anak CP akan memberi semangat sehingga dapat melakukan tugas dengan baik.
Beberapa saran untuk
memudahkan dalam memandikan bayi.
Tempat mandi yang sesuai
dengan tingginya untuk ibu dan model yang utama untuk bayi. Beberapa bayi
memiliki reaksi Moro. Reaksi ini mengakibatkan kepala anak tersentak ke
belakang, kedua tangannya keluar dan ke atas, dan kedua lengannya terbuka, ini terjadi
jika anak mengangkat badan ke belakang secara tiba-tiba, dan posisi ini membuat
kurang seimbang pada waktu duduk, untuk mencegah agar tidak jatuh bantulah
dengan cara memegang atau menyangga dirinya.
Bermain adalah suatu masa
untuk belajar dan sangat baik dilakukan pada waktu belajar mandi. Mainan anak
dapat ditempatkan disisi bak mandi, menyilang pada pegangan bak mandi dan dapat
juga diberi mainan yang terapung. Pada waktu mandi dapat pula diajarkan latihan
gerakan sehari-hari untuk diulangi pada kesempatan yang sama, seperti :
bertepuk tangan, menepuk-nepuk air, melihat jari-jari tangan atau kakinya
sambil ditekuk, menendang-nendang sambil telentang atau tengkurap dan
sebagainya. Anak CP sering kurang sensitif kulitnya dan kurang mengerti akan kesan
dirinya, dan busa dengan handuk kasar dilengkapi permainan merupakan rangsangan
yang utama.
Beberapa anjuran untuk
memudahkan dalam memandikan anak
Bayi dapat ditempatkan dalam
tempat mandi bayi yang dapat diatur tingginya. Yang harus diperhatikan ketika
memandikan anak agar anak tenang adalah
memasang pegangan didepannya untuk mencegah jatuh terkelincir. Beberapa
anak akan lebih senang jika ditambah alas `karet. Dua ban karet diikat bersama
untuk menahan punggung anak dan membantunya untuk tetap dalam posisi duduk.
Memandikan anak Spastic yang
berat akan lebih mudah jika ia duduk, atau ditelungkupkan, berikan bola dalam
tempat mandinya. Duduk dengan kedua kaki lurus merupakan posisi yang baik untuk
anak Athetoid, masalahnya tidak sebesar anak Spastic, dimana yang penting ia
harus dapat menekuk kedua pahanya jika kedua kakinya keluar didepannya, ia
membuat dasar yang sempit keseimbangan sangat tidak menentu.
Beberapa model tempat duduk yang dapat digunakan untuk mandi
Beberapa orang tua ketika
memandikan anaknya yang cacat berat biasanya menggunakan bangku yang
kerangkanya terbuat dari papan yang sedemikian rupa sehingga dapat ditempatkan
dalam bak mandi.
Suatu model kerangka bangku
yang dapat dikaitkan diatas samping bak mandi. Kegunaan bangku ini agar anak
mencoba terlentang di air, tetapi sebenarnya hal ini sangat berbahaya. Untuk
anak cacat yang berat hendaknya digunakan bak mandi dengan aliran air yang
kecil, sehingga ia dapat dibersihkan sambil berbaring dibawahnya. Jika ia
kurang dapat mengontrol kepalanya dapat diberikan bantal karet agar dapat
istirahat penuh. Untuk anak Athetoid
akan lebih mudah duduk ditempat mandi dengan cara mengikatnya dengan tali yang
disambungkan ke kran air. Peganglah anak secara perlahan ketika anak sedang
mandi agar ia merasa aman dan dapat cepat menyesuaikan dirinya pada waktu anda
membersihkannya. Katakanlah apa yang ia sedang kerjakan, mulailah dengan
menunjukkan kran air, yang satu air panas dan yang satu air dingin, ajarilah
cara membuka dan menutup kran. Ketika ia mandi biarkanlah ia membedakan antara
kering, basah, bersabun dengan spon atau kain flanel. Ajarkanlah kata-kata atau
kalimat untuk menambah pembendaharaan katanya, sebutlah nama-nama alat tubuh
sehingga akan menambah kesadarannya untuk mengenal alat-alat tubuhnya.
Suatu pendekatan agar anak dapat mandiri pada waktu
membersihkan diri dan mandi
Sebelum mulai mengerjakan
anak untuk membersihkan dirinya, pengaruhilah dengan permainan anak. Pelajaran
pertama adalah mengajarkan cara membersihkan dan mengeringkan kedua tangannya
dan mukanya. Ketika anak sudah dapat mandi sendiri tetapi belum mampu untuk
pergi dan keluar bak mandi, bantulah ia dengan cara memberikannya kotak atau
bangku sehingga ia dapat berdiri atau duduk sebelum melangkah. Pasanglah
pegangan di atas bak mandi untuk menambah rasa aman. Didalam kamar mandi
sebaiknya dilengkapi dengan sebuah kaos tangan untuk menggosok sikat sikat
gigi, tempat gantungan baju, sabun mandi, sebuah keset di luar kanar mandi, dan
sebuah handuk. Apabila menggunakan penyemprot air (shower), sebaiknya berbentuk
telepon agar mudah dibengkokkan dan tidak menjadi takut.
BERPAKAIAN
Urutan Tahap Perkembangan
Kemampuan Anak Normal Memakai dan Membuka Pakaiannya Sendiri
Anak normal mulai mengetahui
tentang berpakaian pada usia kurang lebih 12 bulan. Ia mulai mengeluarkan
kakinya dari dalam sepatu, atau mengeluarkan tangannya dari lengan baju.
- Usia 18 bulan : ia mulai menarik kaos kakinya, sepatu dan topinya.
- Usia 18 bulan – 2 tahun : ia pertama kali mulai membuka pakainnya dengan perlahan sehingga gerakan tangannnya lebih terkoordinir, dan juga mulai mampu mengenakan pakaiannya.
- Usia 4 – 5 tahun : ia dapat memakai dan membuka pakaiannya kecuali mengenakan kancing baju. Belajar menali sepatu. Selama periode ini banyak belajar dengan jalan meniru apa yang dikerjakan ibunya dan dengan mencoba bajunya sendiri pada orang lain yang didapatinya.
Berpakaian dan membuka
pakaian pad Cerebral Palsy
Ketika berpakaian,
pertama-tama yang harus kita pikirkan adalah melihat apakah anak sudah mengambil
pakaiannya atau belum. Membantu berpakaian, berarti menambah problem yang harus
kita utamakan adalah memberi sebuah otto atau kursi yang didirikan bagian
belakang. Hal ini sangat berguna untuk membantu kelancaran belajar berpakaian
pada anak-anak.
Anak Spastic yang berumur
sekitar 8 dan 9 tahun, ditemukan beberapa hal, diantaranya anak dapat membuka
dan memakai bajunya. Sebagian kakinya mungkin sulit diletakkan pada popok,
lengannya sulit diluruskan sehingga mengganggu kelancaran berpakaian.
Pada anak athetoid tidak
jelas kesulitannya seperti halnya pada anak spastik. Ia akan memperoleh banyak
kesulitan untuk berpegangan karena ia tidak mempunyai kontrol kapala dan
punggung, dan dalam beberapa kasus ditemukan anak-anak spastik yang kekakuan
pada organ extensor berkembang.
Oleh karena itu, ide yang
baik untuk memakai dan melepas baju pada seorang bayi adalah menelungkupkannya
menyilang di atas kedua lututnya. Posisi ini akan memberikan kesempatan yang
baik dalam memberikan bantuan dan pengobatan. Dalam kasus ini pada umumnya
merupakan ide yang baik, tetapi banyak anak cerebral palsy yang menjadi lebih
kaku dan sangat sulit dibantu ketika mereka tidur terlentang.
Berbaring Miring
Dengan beberapa pakaian
tidak selalu dapat dipraktekkan untuk memakai baju pada anak yang berbaring
pada salah satu sisi (miring), tetapi hal ini mempengaruhi alternatif, sebab
banyak ibu-ibu dengan pengetahuan yang dimilikinya menemukan posisi yang tepat
agar anak tidak kaku badannya. Jika kita mengalami kesulitan dalam memakai baju
pada anak, dan tidak mampu mengerjakannya dalam posisi anak sedang duduk, ada
teknik yang perlu dicoba, yaitu: menggulingkan anak dari samping ke samping
sebelum dan memakaikan bajunya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kekakuan
pada tubuhnya, dan anak dengan mudah dipegangnya. Anak tidak cenderung
mengangkat kepalanya ke belakang ketika miring, bahu dan kepalanya mudah ke
depan akibatnya mudah untuk memasukkan baju melalui kepala dan sekitar bahu.
Akan lebih mudah lagi manakala ada pengikat di belakang.
Duduk di atas pangkuan
Mendudukkan anak di atas
pangkuan menandakan bahwa anda memiliki kekuatan memangku anak pada waktu duduk. Posisi ini tidak
menyebabkan licin pada waktu mengenakan bajunya.
Beberapa masalah yang sering
dijumpai pada anak cerebral palsy
- Anak athetoid ketika berusaha memakai baju, atau menaikkan kedua tangannya untuk berpakaian, telapak kaki dan sebagian kakinya menapak di lantai. Dalam kasus seperti ini pegang di atas kedua lututnyadan tekan ke bawah bersama-sama atau tekan kedua tumitnya.
- Anak spastik ketika mengangkat dan mengulurkan kedua tangannya, kedua paha dan lututnya akan jatuh ke belakang. Dalam kasus ini, tempatkan tangan anda pada bagian bawah tulang punggung dan tekan ke depan.
Anak yang sangat kaku,
pegang punggungnya denagn baik ke depan dan pada waktu yang sama pegang
sebagian kaki dan putar kedua pahanya.
- Anak menarik kaos kaki ke atas, satu kaki lurus dan miring ke belakang dengan mengangkat kedua tangannya dan kehilangan pegangannya. Dalam kasus ini tempatkan tangan anda di bagian bawah tulang punggungnya. Hal ini akan membantu untuk memegang kedua pahanya dan kakinya menekuk. Ia akan memajukan bahunya dan menggunakan tangannya. Jika pegangannya lemah ketika tangannya lurus, bantulah dengan memegang di bawah paha dan tekuk kakinya.
- Melihat kedua tangannya yang sedang mereka gunakan merupakan kesukaran bagi kebanyakan anak-anak cerebral palsy. Dalam membantu kasus seperti ini pegang dan beri control yang baik pada kepala.
Kesulitan-kesulitan anak
ketikan berpakaian dan melepas pakaian
Kesulitan yang sering
dijumpai pada anak yang sedang berpakaian dan melepas pakaiannya, yaitu : tidak
cukup keseimbangan ketika menggunakan kedua lengannya, sering mengakibatkan
“reaksi menghubungkan”, yaitu gerakan-gerakan tangan dan lengan yang membuat
kedua kakinya kaku dan kedua pahanya lurus. Pada anak athetoid, menyebabkan
kedua telapak kakinya terangkat dan kurang seimbang. Miskin kerjasama antara
kedua lengan dan jari-jarinya.
Keseimbangan duduk tidak
menjamin anak memiliki kebebasan pada kedua lengannya dalam berpakaian sendiri
dan mempunyai kecenderungan jatuh ke belakang. Gunakan sudut dari dinding untuk
memberinya tahanan. Perlihatkan pakaiannya di sebelah sisinya agar mudah diraih
dan bila perlu sediakan bangku dan kursi untuk pegangan.
Pakaian
Ketika usianya telah cukup
dan dalam batas waktu yang pantas, mereka dapat memilih dan menentukan pakaian
mana yang mereka sukai.
Bahan-bahan pakaian
Bahan pakaian yang digunakan
hendaknya tidak mengkerut dan membutuhkan sedikit setrika. Untuk bahan lapisan
hindari yang berpermukaan licin. Berhati-hatilah jangan memilih bahan yang
permukaannya kasar untuk dipergunakan pakaian karena dapat menimbulkan iritasi
dari gesekan kulit.
Type pakaian yang pantas
untuk cerebral palsy
- Piyama
- Pakaian malam
- Celana panjang
- Kaos dalam
- Kaos kaki
- Lengan baju
- Kemeja
- Sepatu
Saran tentang penggunaan
sepatu yang benar tidak dapat lagi dielakkan, dan hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
- Sepasang sepatu yang tepat adalah penting.
- Sepatu harus mudah untuk dipakai dan dilepaskan, dan posisi kaki akan menjadi baik.
- Jika anak mulai memesang sepatu, periksalah agar tidak ada sesuatu yang rusak dan aman bagi anak.
Sarana Penunjang Pendidikan Anak Tunadaksa
1.
Gedung ruang dan perabotan
Penyandang tunadaksa ada yang
dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul akibat bangunan yang tidak
sesuai dengan persyaratan pendidikan anak tunadaksa. Mereka yang demikian ini
tidaklah banyak. Kebanyakan anak-anak tunadaksa frustasi karena ketidaksesuaian
desain bangunan. Biasanya bangunan-bangunan dirancang untuk kepentingan
orang-orang normal.
Agar bangunan-bangunana bisa
sesuai dengan kepentingan penyandang tunadaksa, bangunan hendaknya dirancang
dengan memprioritaskan tiga kemudahan, yaitu :
1)
Mudah keluar masuk
2)
Mudah bergerak dalam ruangan
3)
Mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di
dalam ruangan itu mudah disesuaikan.
Bangunan Induk
Dalam merancang bangunan
induk untuk anak tunadaksa hendaknya jelas apakah bangunan tersebut
diperuntukkan bagi mereka yang menggunakan kursi roda, berjalan sendiri
(sekalipun dengan tongkat), atau untuk kedua-duanya.
Anak tunadaksa yang berjalan
sendiri, lebih mudah menggunakan tangga daripada lantai yang landai. Lantai
yang landai, dalam hal-hal tertentu dapat menjadi licin dan membahayakan. Jika
bangunan itu dibanguan dengan perlengkapan tangga, maka pada tangga itu perlu
diberi pegangan tangan berupa batang yang memanjang sepanjang tangga (disebut
handprails). Pegangan tersebut handaknya direnggangkan dari dinding supaya dapat
dipegang kuat-kuat.
Lantai gedung hendaknya
keras, kesat dan tidak boleh berlubangg-lubang. Baik untuk pemakai kursi roda
maupun yang menggunakan tongkat, lorong/gang hendaknya cukup lebar, sekurang-kurangnya
125 cm. anak tunadaksa yang menggunakan sepeda roda tiga (tricycle) bahkan
memerlukan lorong selebar 140 cm.
Kamar/ Ruangan
Ruangan kelas hendaknya
cukup lapang sehingga dapat membantu anak bergerak leluasa dan memungkinkan
anak cukup istirahatnya. Akan tetapi, bagi anak tunadaksa yang berjalan sendiri,
lebih-lebih yang menyandang rheumatoid arthritis, stokes dan multiple sceloris,
lebih banyak memerlukan ruangan sempit, sebab mereka memerlukan lingkungannya
untuk berpegang.
Kamar kecil hendaknya
diusahakan tersebar atau dekat dengan kelas-kelas, sehingga anak dengan mudah
dapat segera menjangkaunya. Kamar mandi atau WC hendaknya dapat digunakan oleh
pemakai kursi roda dan pemakai tongkat.
Kamar tidur sebabnya dibuat
leluasa. Yang diperlukan anak ialah kamar tidur biasa yang lebih luas dan pintu
lebar.
Perabot
Perabot yang digunakan
hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Segala sesuatu sebaiknya
dibuat kuat dan stabil. Hendaknya diingat, anak tidak hanya menggunakan begitu
saja perabot-perabot yang ada, melainkan akan bergerak diantara perabot itu
bahkan mungkin akan bertopang kepadanya.
2.
Cruten, splint dan kursi roda
a) Sebagian
besar anak tunadaksa menggunakan double brace pada kakinya, membutuhkan kruk
untuk ambulasi dan membantu dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
1.
Bahan
Bahan
yang dipergunakan untuk membuat kruk dapat dari kayu, pipa besi, pipa alumunium
dan pipa stainless steel baik yang berbentuk bulat maupun persegi. Selain bahan
tersebut masih dperlukan bahan-bahan seperti busa, imitasi, plastic, paku dan
skrup.
2.
Macam-macam kruk
µ Standard double bar upright
under arm crutch
µ Extension crutch
µ Alumunium double bar upright
axtension crutch
µ Lofstrand crutch atau
kanadian kruk
µ Tricepc crutch
µ Standard axillary crutch
3.
Cara pengukuran
Posisi pasien tidur
terlentang badan lurus di ukur dari axilla kebawah dan kesamping 6 inci atau 15
cm lurus dengan ujung sepatu/ hak. Untuk pegangannya siku menekuk 30 derajat
diukur dari axilla kebawah sampai genggaman tangan atau kira-kira 1/3 ukuran
panjang kruk.
4.
Tujuan memakai kruk
v Untuk penderita poliomyelitis,
bertujuan sebagai penahan dan penguat seluruh badan serta membantu berjalan.
v Untuk penderita patah
tulang, bertujuan sebagai penopang kaki atau tulang yang patah agar tidak
ditapakkan.
v Untuk penderita amputasi,
bertujuan sebagai alat sementara sebelum menggunakan protese untuk alat
berjalannya dan membantu kegiatan sehari-hari.
5.
Latihan berjalan dengan kruk
Untuk berjalan dengan kruk
diperlukan otot-otot tangan yang kuat untuk menyangga berat badan. Hendaknya
dalam memakai kruk berat badan ditekankan pada pegangan kruk ialah di telapak
tangan, jangan di ketiak.
6.
Teknik berjalan dengan kruk
Langkah-langkahnya:
1.
Posisi tripod, yaitu ujung kedua kruk disamping badan agak ke
depan dan kedua kaki agak ke belakang.
2.
Angkat-angkat kaki dan turunkan agar seimbang
b)
Splint
Kata splint
berasal dari bahasa Inggris, dalam bahasa Belanda adalah spalk. Dalam bahasa
Imdonesia diartikan sebagai alat untuk meletakkan anggota tubuh dalam posisi
yang benar atau menjaga jangan sampai anggota tubuh yang sakit terjadi salah
bentuk, misalnya bengkok.
Menurut bentuknya splint itu
bermacam-macam, seperti :
Ø Splint untuk anggota badan
bagian atas, contohnya alumunium hand splint
Ø Splint untuk anggota badan
bagian bawah, contohnya back splint, splint belakang lutut
Tujuan menggunakan
splint tergantung pada kelainan cacat tubuh, misalnya :
Ø Penyandang poliomyelitis,
bertujuan untuk :
a.
Mencegah salah bentuk
b.
Membantu menahan dan menguatkan kaki untuk berjalan
Ø Post-operasi, bertujuan
untuk :
a.
Mencegah kontraktur
b.
Mengoreksi pada posisi yang dikehendaki
Ø Kelainan kaki berbentuk
huruf x atau o, bertujuan untuk mengoreksi dan meluruskan kaki
c)
Kursi roda (wheel chair)
Menurut bentuknya kursi roda
ada dua macam, yaitu :
1.
Kursi roda yang roda besarnya di belakang, dapat masuk kolong
mendekati tempat tidur jadi mudah berpindah tempat
2.
Kursi roda yang roda besarnya di depan, mudah berputar
ditempat yang sempit.
Cara berpindah
tempat dari atas kursi roda ke bawah dimulai dengan menyentuh lantai, berat
badan tetap di kursi. Tangan yang satu di kursi dan yang satunya lagi di
lantai, gerakan horizontal berat badan pindah ke tangan yang dilantai. Apabila
tangannya lemah dapat dibantu dengan bangku bertangga, kalau turunnya badan
dulu yang berpindahdan bila naik tangannya dulu yang menekan.
Adapun
pemakaian kursi roda bertujuan untuk :
a.
Membantu mobilisasi
b.
Membantu melaksanakan kegiatan sehari-hari
c.
Memperlancar komunikasi
Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar perlu
dalam pendidikan anak tunadaksa, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1.
Permasalahan yang dihadapi anak tunadaksa pada dasarnya cukup
kompleks sehingga memerlukan bantuan mengatasi masalah.
2.
Kemampuan abstraknya rendah sehingga perlu kongkritisasi
dalam pembelajaran.
3.
Anak tunadaksa perhatian, persepsi, dan juga simbolisasinya kurang
sehingga mempengaruhi proses belajar.
4.
Lingkungan sekitar anak selalu menuntut kemampuan
menyesuaikan diri yang optimal.
Dari beberapa pertimbangan
tersebut, terutama yang mengait secara langsung dengan proses pembelajaran
secara praktis anak tunadaksa memerlukan bimbingan belajar, yaitu : bimbingan
membaca, menulis dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh
layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala
telah memasuki program sekolah dasar.
Patner bimbingan belajar
yang selama ini belum dilibatkan secara optimal adalah orangtua. Orang tua yang
memahami perannya akan melibatkan dalam kegiatan pendidikan
Evaluasi program bimbingan
belajar perlu dilaksanakan secara periodik, misalnya dalam satu caturwulan.
Kegiatan evaluasi ini dimaksudkan untuk menemukan model layanan bimbingan
belajar yang efektif bagi anak-anak tunadaksa.
permisi mau tanya, sumber daftar pustaka tentang tunadaksa diatas dari mana?
BalasHapuspermisi mau tanya, sumber daftar pustaka tentang tunadaksa diatas dari mana?
BalasHapus